EMPAT
PERSOALAN DALAM FILSAFAT
MEURUT
IMMANUEL KANT
Diajukan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester
ganjil mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
Guru Sekolah Dasar semester tiga
dengan dosen pengampu Dr.Adang Heriawan, M. Pd.
dan Reksa Adya Pribadi, M. Pd
Disusun oleh:
Nama : Muhamad Hipni
Nim : 2227150045
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu Pendidikan
Nama
Dosen : Dr.Adang Heriawan,
M. Pd.
KEMENTRIAN
RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
PROGRAM
STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
2017
Memberikan definisi atau batasan tentang filsafat, bukan
perkara mudah, karena bagaimana mungkin membatasi pengetahuan yang radikal dan
tanpa batas dengan pembatasan-pembatasan yang menutup ruang geraknya. Secara
logika, mendefinisikan berarti membatasi suatu terminology atau konsep lainya,
sebagaimana terjadinya perbedaan definitive antara ilmu dan pengetahuan serta
antara ilmu pengetahuan dan filsafat. Akan tetapi, karena salah satu kerja
filsafat adalah memberikan batasan, terpaksa ia pun harus menerima untuk
dibatasi. Semua konsep secara logika diberikan pengertian-pengertian yang
membatasinya, sebagaiman filsafat yang biasanya memberikan pengertian terhadap konsep
diluar dirinya akhirnya wajib membatasi dirinya sendiri.
Secara etimologis filsafat dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Yunani; philosophia.
Yang terdiri dari kata philen =
mencintai, philis =
cinta dan sophia =
kebijaksanaan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta
kebijaksanaan”. Jadi kata majemuk “philosophia” berarti “daya upaya pemikiran
dan renungan manusia untuk mencari kebenaran atau kebijaksanaan”. Menurut Prof.
Dr. Muhammad Yamin, bahwa pengertian Yunani “philosophos” itu mula-mula muncul
untuk menandingi kata “sophos” yang
berarti “Si tahu” atau “Si pandai” yang merasa dirinya telah memiliki kebenaran
dalam genggamannya. Sedangkan philo-sophos dalam
segala kerendahan hati hanya mencari dan mencintai yang masih terus bergerak
dalam perjalanan, bagaikan musafir setia berjalan terus menuju ke arah kebenaran
sejati. Adapun makna kedua dari pengertian filsafat adalah usaha pemikiran dan
renungan manusia dengan akal dan kalbunya secara sungguh-sungguh, yakni secara
sistematis, fundamental, universal, integral, dan radikal untuk mencari dan
menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, kebenaran, dan kearifan) (Ismaun,
2010 : 2-4).
Filsafat adalah pencarian kebenaran melalui alur berfikir
yang sistematis, artinya perbincangan mengenai segala sesuatu dilakukan secara
teratue mengikuti system yang berlaku sehingga tahapan-tahapanya mudah diikuti.
Berfikir sistematis tentu tidak loncat-loncat, melainkan mengikuti aturan main
yang benar. Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bervariasi.
Juhaya S. Pradja (2001: 2) mengatakan bahwa arti yang sangat formal dari
filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang dijunjung tinggi. Suatu sikap falsafi yang benar adlah sikap yang
kritis dan mencari. Sikap itu merupakan sikap toleran ddan terbuka dalam
melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang dan tanpa prasangka.
Berdilsafat tidak hanya berarti membaca dan mengetahui filsafat. Seseorang
memerlukan kebolehan berargumentasi, memakai teknik analisis, serta mengetahui
sejumlah bahan pengetahuan sehingga ia memikirkan dan merasakan secara falsafi.
Filsafat mengantarkan semua yang mempelajarinya kedalam refleksi pemikiran yang
mendalam dan penuh dengan hikmah.
Filsafat selalu mencari jawaban-jawaban, tetapi jawaban yang
ditentukan tidak pernah abadi. Oleh karena itu, filsafat tidak pernah selesai
dan tidak pernah sampai pada akhir sebuah masalah. Masalah-masalah filsafat
tidak pernah selesai karena itulah memang sebenarnya berfilsafat. Filsafat
adalah sen kritik yang bukan semata-mata membatasi diri pada destruksi atau
seakan-akan takut untuk membawa pandangan positifnyaa sendiri. Franz Magnis
Suseno menegaskan bahwa kritisnya filsafat adlah kritis dalam arti bahwa
filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah
selesai, bahkan senang, untuk membuka kembali perdebatan, selalu dan secara
hakiki bersifat dialektis dalam arti bahwa setiap bahwa setiap kebenaran
menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis-antitesis dan antitesisnya
antetesis. Filsafat bersifat kritis pula apabila ia membangun suatu gedung
teoretis, sebagaimana diperlihatkan dengan begitu megah oleh Hegel, filodsof
pembangun system terbesar yang berhasil merumuskan sifat dialektis yang hakiki
bagi segenap filsafat sejati.
Dari pengertian ini, kita dapat memahami bahwa tujuan
filsafat, pada mulanya adalah mulia. Yakni, membuat orang cinta pada
kebijaksanaan, dan seterusnya menjadi bijaksana. Filsafat merupakan hasil
pemikiran yang didasarkan pada rasio (akal), dan karena rasio (akal) adalah
anugerah Allah, maka capaiannya kadang-kadang bisa benar. Tetapi, karena ia
bukan wahyu, maka akal pun bisa keliru. sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu
lain, produk filsafat tidak semuanya baik, tetapi ada yang buruk. Sisi buruknya
bisa sangat berbahaya. Sebab filsafat berbicara tentang berbagai persoalan
penting, antara lain tentang manusia, agama, dan Tuhan. Liberalisame, Ateisme,
Marxisme, Komunisme, adalah sekadar beberapa contoh produk filsafat yang
“dinilai” bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian, beberapa pemikiran
filsafat memang dapat membahayakan akidah, khususnya akidah orang awam.
Disini kita akan membicarakan empat (4) permasalahan yang
diungkapkan oleh Immanuel Kant. Sebelum mengetahui 4
pertanyaan dan jawaban dari Emanuel Kant kita harus mengetahui terlebih dahulu
siapa Immanuel Kant itu? Immanuel Kant merupakan seorang filsuf Jerman abad
ke-18 yang memiliki pengaruh sangat luas bagi dunia intelektual. Immanuel Kant
dilahirkan pada tanggal 22 April 1724 di Königsberg dan meninggal di
Königsberg, Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun. Dia berasal
dari keluarga pengrajin yang sederhana. Ketika Kant masih muda, usaha ayahnya
bangkrut. Kehidupan meraka harus didukung oleh keluarga besar orang tuanya.
Kant penuh dengan kerendahan hati dan sangat disiplin.
Kant kemudian menjadi
guru besar untuk mata kuliah logika dan metafisika di Universitas Konisberg.
Dia secara rutin menyajikan kuliah tentang geografi fisik. Hal ini dilakukannya
sepanjang tahun sampai tahun 1796. Dalam pengantar kuliahnya, dia selalu
menegaskan tempat geografi dalam dunia ilmiah. Dia memberikan landasan falsafi
bagi geografi sebagai pengetahuan ilmiah. Karya yang terpenting Immanuel Kant
adalah Kritik der Reinen Vernunft,
1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata
lain “apa yang bisa diketahui manusia”.
Menurut Immanuel
Kant Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari
segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan, yaitu:
1) Apakah
yang dapat kita kerjakan (jawabannya metafisika);
2) Apakah
yang seharusnya kita kerjakan (etika);
3) Sampai
di manakah harapan kita (agama);
4) Apakah
yang dinamakan manusia (antropologi).
Menurut
Aristoteles filsafat adalah ilmu (pengetahuan) meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, retorika, etika, ekonomi, politik,
dan estetika.Pemikiran Kritisisme Immanuel Kant Filsafat yang dikenal dengan
kritisisme adalah filsafat yang diintrodusir oleh Immanuel kant. Kritisisme
adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki
kemampuan dan batas-batas rasio. Perkembangan ilmu Immanuel Kant mencoba untuk
menjebatani pandangan Rasionalisme dan Empirisisme, teori dalam aliran filsafat
Kritisisme adalah sebuah teori pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan
kedua macam unsur dari filsafat Rasionalisme dan disini kekuatan kritis
filsafat sangatlah penting, karena ia bisa menghindari kemungkinan ilmu pengetahuan
menjadi sebuah dogma.
Filsafat ini
memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai
sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan
corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara
mutlak. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori
pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya
pertanyaan-pertanyaan mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Salah
satunya yaitu “Apa itu “Metafisika” ? Metafisika adalah studi keberadaan atau
realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti:
a) Apakah
sumber dari suatu realitas?
b) Apakah
Tuhan ada?
c) Apa
tempat manusia di dalam semesta?
Cabang utama
metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan
hubungan antara satu dan lainnya. Tokoh filsuf empirisme David Hume
menghancurkan segala kemungkinan munculnya kembali sistem metafisika yang
mengklaim kemampuan rasio (akal) manusia mencapai realitas sesungguhnya. Hume
hanya mau bersandar pada apa yang bisa diamati melalui inderawi. Kritik pedas
Hume pada metafisika membangunkan Kant dari tidur dogmatisnya menurut Kant
(1997). Dari Hume, Kant menyadari bahwa disiplin metafisika telah melalaikan
keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami realitas sesungguhnya. Pemikiran
Hume dan Kant meminjam istilah posmodernisme, disebut narasi besar yakni ingin
mempertanyakan kembali wacana wacana metafisik yang selalu bergulat. Gagasan
metafisis tentang Tuhan, esensi, substansi, hakiki, ruh sulit diterima karena
bersifat apriori.
Berbeda dengan
Hume yang menolak metafisika, Kant mempertanyakan metafisika untuk
merekonstruksi metafisika yang sudah ada. Ia membuang metafisika tradisional
yang diwariskan Aristoteles (filsuf
Yunani) dan Thomas (filsuf skolastik) dengan eviden sebagai dasarnya. Eviden
yang dimaksud Kant adalah dualisme kritisisme yang ekstrem yakni pengetahuan
dan kenyataan yang terpisah oleh jurang yang tidak dapat diseberangi.
Metafisika
tradisional menganggap Tuhan sebagai causa prima (penyebab pertama dari segala
sesuatu). Asumsi ini ditolak Kant. Menurutnya Tuhan bukanlah obyek pengalaman
dengan kategori kausalitas pada tingkat akal budi (verstand), melainkan ada
pada bidang atau pandangan yang melampaui akal budi, yakni bidang rasio
(vernunft). Bagi Kant, pembuktian Tuhan sebagai causa prima tidak bisa
diterima. Ada tidaknya Tuhan mustahil dibuktikan. Tuhan ditempatkan Kant
sebagai postulat bagi tindakan moral pada rasio praktis. Langkah awal Kant
dalam merekonstruksi metafisika adalah mengungkapkan dua keputusan yakni
sintetik dan analitik seperti dimuat dalam Critique of Pure Reason (Kritik
Rasio Murni). Keputusan sintetik adalah keputusan dengan predikat tidak ada
dalam konsep subyek yang artinya menambahkan sesuatu yang baru pada subyek
menurut Adian (2000). Keputusan analitik adalah keputusan dengan predikat terkandung
dalam subyek. Misalnya proposisi semua tubuh berkeluasan. Predikat berkeluasan
sudah terkandung dalam semua tubuh menurut Adian (2000).
Menurut Kant,
dalam metafisika tidak terdapat pernyataan-pernyataan sintetik a priori seperti
yang ada di dalam matematika, fisika dan ilmu-ilmu yang berdasar kepada fakta
empiris. Kant menamakan metafisika
sebagai “ilusi transenden” (a transcendental illusion). Menurut Kant,
pernyataan-pernyataan metafisika tidak memiliki nilai epistemologis.
Selanjutnya
persoalan yang ada dalam ilmu filsafat menurut Immanuel Kant adalah “Apa itu
“Etika”? Etika diperlukan untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan
manusia. Secara metodologis, etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan
sistematis dalam melakukan refleksi. Sehingga etika merupakan suatu ilmu dengan
objeknya adalah tingkah laku manusia dengan sudut pandang normatif. Pemikiran
berhubungan dengan moralitas sebelum Kant dicari dalam tatanan alam (Stoa,
Spinoza), hukum kodrat (Thomas Aquinas), hasrat mencapai kebahagiaan (filsafat
pra Kant), pengalaman nikmat atau hedon (Epikuros), perasaan moral (David
Hume), kehendak Tuhan (Agustinus, Thomas Aquinas). Filsafat moral Kant
menyatakan kesadaran moral merupakan fakta yang tidak dapat dibantah meskipun
bukan obyek inderawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi inderawi.
Sehingga satu-satunya cara untuk klaim moralitas atas keabsahan universal
melalui subyek itu sendiri.
Karya Kant tentang
filsafat moral antara lain The Foundations of the Methaphysics of Morals (1785),
Critique of Practical Reason (1788), dan Metaphysics of Morals (1797). Dua buku
pertama meletakkan etika dasar etika. Metafisika moral menguraikan norma dan
keutamaan moral. Kant mengembangkan prinsip etika dari paham akal budi praktis.
Kant mengandaikan baik bukan hanya dari beberapa segi, tetapi baik secara
mutlak. Menurut Kant, yang baik tanpa pembatasan sama sekali adalah kehendak
baik. Kehendak baik selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada
sesuatu di luarnya (otonom). Orang berkehendak baik karena menguntungkan,
tergerak oleh perasaan belas kasih, memenuhi kewajiban demi kewajiban. Kehendak
baik karena memenuhi kewajiban demi kewajiban disebut Kant sebagai moralitas. Pengukuran
moralitas menurut Kant bukan pada hasil. Karena perbuatan baik tidak
membuktikan kehendak baik. Tetapi pada kehendak pelaku apakah ditentukan oleh
kenyataan bahwa perbuatan itu kewajibannya. Kant selalu merasa bahwa perbedaan
antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan perasaan (Gaarder, 1999).
Teori moralitas Kant disebut Imperatif Kategoris yang diciptakan dengan
penekanan kepada otonomi individu dalam mengambil keputusan moral. Imperatif
kategoris merupakan suatu panduan untuk menguji apakah suatu tindakan dapat
disebut bermoral atau tidak.
Tidak sampai
disitu apa yang menjadi buah persoalan yang ada dala Fisafat dalam pandangan
Immanuel Kant ada lagi yaitu “Apa itu “Epistemologi” ? Epistemologi atau teori
pengetahuan berhubungan dengan hakikat ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia yang
diperoleh melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya;
metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan
metode dialektis. Kant menganggap kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut
menentukan konsepsi. Apa yang kita lihat dianggap sebagai fenomena dalam ruang
dan waktu yang disebut bentuk intuisi, mendahului setiap pengalaman. Untuk
pengenalan, Kant berargumen bahwa obyek mengarahkan diri ke subyek. Tidak
seperti filsuf sebelumnya yang mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan
bahwa subyek mengarahkan diri ke obyek.
Kant menyatakan bahwa pengetahuan
manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak yakni fakultas penerimaan
kesan-kesan inderawi (sensibility) dan fakultas pemahaman (understanding) yang
membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan inderawi yang diperoleh melalui
fakultas pertama.
Kedua fakultas
saling membutuhkan dalam rangka mencapai suatu pengetahuan. Fakultas penerimaan
bertugas menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan a
apriori intuisi ruang dan waktu. Fakultas pemahaman bertugas memasak yaitu
menyatukan dan mensintesakan pengalaman-pengalaman yang telah diterima dan
ditata oleh fakultas penerima selanjutnya diputuskan. Dalam bekerja, fakultas
pemahaman memiliki sarana yang disebut kategori terdiri dari 12 item menjadi
syarat apriori. Kedua belas kategori ini
adalah kuantitas (universal, particular,
singular), kualitas (affirmative, negative, infinitive), relasi (categorical,
hypothetical, disjunctive) dan modalitas (problematical, assertorical,
apotidical). Menurut Kant meskipun seluruh ide dan konsep manusia bersifat
apriori sehingga ada kebenaran apriori, namun ide dan konsep hanya dapat
diaplikasikan apabila ada pengalaman. Tanpa pengalaman, seluruh ide dan konsep
serta kebenaran tidak akan pernah bisa diaplikasikan. Akal budi manusia hanya
bisa berfungsi bila dihubungkan dengan pengalaman. Oleh karena itu akal budi
dan pengalaman inderawi, tidak dapat dianggap sebagai dasar menyatakan
keberadaan Tuhan. Bagi Kant, eksistensi Tuhan diperlukan sebagai postulat bagi
kehidupan moralitas (Hick, 1979). Pembahasan epistemologi Kant dikaitkan dengan
dua karyanya Kritik atas Rasio Murni dan Kritik Rasio Praktis.
Immanuel Kant
merupakan filosof yang sangat terkenal dengan ungkapanya yang mengemukakan
empat pesoalan yang ada dalam filsafat. Dan pada bagian ini kita akan menemukan
penjelasan dari persoalan filsafat ke-4 dari yang dikemukakan Immanuel Kant
yaitu apa itu “Antropologi”? Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu
dan kini, yang menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu
hayati (alam), dan juga humaniora. Antropologi berasal dari kata Yunani
άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "Manusia" atau
"orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian
"bernalar", "berakal") atau secara etimologis antropologi
berarti ilmu yang memelajari manusia. Antropologi bertujuan untuk lebih memahami
dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo sapiens dan makhluk sosial dalam
kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif. Oleh karena itu,
antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberikan arti dan fakta
sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal
kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya dalam
menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam
perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup
(worldview). Dengan orientasinya yang holistik, antropologi dibagi menjadi
empat cabang ilmu yang saling berkaitan, yaitu: antropologi biologi,
antropologi sosial budaya, arkeologi, dan linguistik. Keempat cabang tersebut
memiliki kajian-kajian konsentrasi tersendiri dalam kekhususan akademik dan
penelitian ilmiah, dengan topik yang unik dan metode penelitian yang berbeda.