Selasa, 10 Januari 2017

UAS FILSAFAT EMPAT PERSOALAN DALAM FILSAFAT IMMANUEL KANT


UJIAN AKHIR SEMESTER

EMPAT PERSOALAN DALAM FILSAFAT
MEURUT IMMANUEL KANT

Diajukan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester ganjil mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
Guru Sekolah Dasar semester tiga dengan dosen pengampu Dr.Adang Heriawan, M. Pd. 
dan Reksa Adya Pribadi, M. Pd

Disusun oleh:

Nama              : Muhamad Hipni
Nim                 : 2227150045
Kelas               : 3B PGSD
Mata Kuliah    : Filsafat Ilmu Pendidikan
Nama Dosen   : Dr.Adang Heriawan, M. Pd.

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2017
Memberikan definisi atau batasan tentang filsafat, bukan perkara mudah, karena bagaimana mungkin membatasi pengetahuan yang radikal dan tanpa batas dengan pembatasan-pembatasan yang menutup ruang geraknya. Secara logika, mendefinisikan berarti membatasi suatu terminology atau konsep lainya, sebagaimana terjadinya perbedaan definitive antara ilmu dan pengetahuan serta antara ilmu pengetahuan dan filsafat. Akan tetapi, karena salah satu kerja filsafat adalah memberikan batasan, terpaksa ia pun harus menerima untuk dibatasi. Semua konsep secara logika diberikan pengertian-pengertian yang membatasinya, sebagaiman filsafat yang biasanya memberikan pengertian terhadap konsep diluar dirinya akhirnya wajib membatasi dirinya sendiri.
Secara etimologis filsafat dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Yunaniphilosophia. Yang terdiri dari kata philen = mencintai, philis = cinta dan sophia = kebijaksanaan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Jadi kata majemuk “philosophia” berarti “daya upaya pemikiran dan renungan manusia untuk mencari kebenaran atau kebijaksanaan”. Menurut Prof. Dr. Muhammad Yamin, bahwa pengertian Yunani “philosophos” itu mula-mula muncul untuk menandingi kata “sophos” yang berarti “Si tahu” atau “Si pandai” yang merasa dirinya telah memiliki kebenaran dalam genggamannya. Sedangkan philo-sophos dalam segala kerendahan hati hanya mencari dan mencintai yang masih terus bergerak dalam perjalanan, bagaikan musafir setia berjalan terus menuju ke arah kebenaran sejati. Adapun makna kedua dari pengertian filsafat adalah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan kalbunya secara sungguh-sungguh, yakni secara sistematis, fundamental, universal, integral, dan radikal untuk mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, kebenaran, dan kearifan) (Ismaun, 2010 : 2-4).
Filsafat adalah pencarian kebenaran melalui alur berfikir yang sistematis, artinya perbincangan mengenai segala sesuatu dilakukan secara teratue mengikuti system yang berlaku sehingga tahapan-tahapanya mudah diikuti. Berfikir sistematis tentu tidak loncat-loncat, melainkan mengikuti aturan main yang benar. Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bervariasi. Juhaya S. Pradja (2001: 2) mengatakan bahwa arti yang sangat formal dari filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Suatu sikap falsafi yang benar adlah sikap yang kritis dan mencari. Sikap itu merupakan sikap toleran ddan terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang dan tanpa prasangka. Berdilsafat tidak hanya berarti membaca dan mengetahui filsafat. Seseorang memerlukan kebolehan berargumentasi, memakai teknik analisis, serta mengetahui sejumlah bahan pengetahuan sehingga ia memikirkan dan merasakan secara falsafi. Filsafat mengantarkan semua yang mempelajarinya kedalam refleksi pemikiran yang mendalam dan penuh dengan hikmah.
Filsafat selalu mencari jawaban-jawaban, tetapi jawaban yang ditentukan tidak pernah abadi. Oleh karena itu, filsafat tidak pernah selesai dan tidak pernah sampai pada akhir sebuah masalah. Masalah-masalah filsafat tidak pernah selesai karena itulah memang sebenarnya berfilsafat. Filsafat adalah sen kritik yang bukan semata-mata membatasi diri pada destruksi atau seakan-akan takut untuk membawa pandangan positifnyaa sendiri. Franz Magnis Suseno menegaskan bahwa kritisnya filsafat adlah kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai, bahkan senang, untuk membuka kembali perdebatan, selalu dan secara hakiki bersifat dialektis dalam arti bahwa setiap bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis-antitesis dan antitesisnya antetesis. Filsafat bersifat kritis pula apabila ia membangun suatu gedung teoretis, sebagaimana diperlihatkan dengan begitu megah oleh Hegel, filodsof pembangun system terbesar yang berhasil merumuskan sifat dialektis yang hakiki bagi segenap filsafat sejati.
Dari pengertian ini, kita dapat memahami bahwa tujuan filsafat, pada mulanya adalah mulia. Yakni, membuat orang cinta pada kebijaksanaan, dan seterusnya menjadi bijaksana. Filsafat merupakan hasil pemikiran yang didasarkan pada rasio (akal), dan karena rasio (akal) adalah anugerah Allah, maka capaiannya kadang-kadang bisa benar. Tetapi, karena ia bukan wahyu, maka akal pun bisa keliru. sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu lain, produk filsafat tidak semuanya baik, tetapi ada yang buruk. Sisi buruknya bisa sangat berbahaya. Sebab filsafat berbicara tentang berbagai persoalan penting, antara lain tentang manusia, agama, dan Tuhan. Liberalisame, Ateisme, Marxisme, Komunisme, adalah sekadar beberapa contoh produk filsafat yang “dinilai” bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian, beberapa pemikiran filsafat memang dapat membahayakan akidah, khususnya akidah orang awam.
Disini kita akan membicarakan empat (4) permasalahan yang diungkapkan oleh Immanuel Kant. Sebelum mengetahui 4 pertanyaan dan jawaban dari Emanuel Kant kita harus mengetahui terlebih dahulu siapa Immanuel Kant itu? Immanuel Kant merupakan seorang filsuf Jerman abad ke-18 yang memiliki pengaruh sangat luas bagi dunia intelektual. Immanuel Kant dilahirkan pada tanggal 22 April 1724 di Königsberg dan meninggal di Königsberg, Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun. Dia berasal dari keluarga pengrajin yang sederhana. Ketika Kant masih muda, usaha ayahnya bangkrut. Kehidupan meraka harus didukung oleh keluarga besar orang tuanya. Kant penuh dengan kerendahan hati dan sangat disiplin.
Kant kemudian menjadi guru besar untuk mata kuliah logika dan metafisika di Universitas Konisberg. Dia secara rutin menyajikan kuliah tentang geografi fisik. Hal ini dilakukannya sepanjang tahun sampai tahun 1796. Dalam pengantar kuliahnya, dia selalu menegaskan tempat geografi dalam dunia ilmiah. Dia memberikan landasan falsafi bagi geografi sebagai pengetahuan ilmiah. Karya yang terpenting Immanuel Kant adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain “apa yang bisa diketahui manusia”.
Menurut Immanuel Kant Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan, yaitu:
1)     Apakah yang dapat kita kerjakan (jawabannya metafisika);
2)     Apakah yang seharusnya kita kerjakan (etika);
3)     Sampai di manakah harapan kita (agama);
4)     Apakah yang dinamakan manusia (antropologi).
Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu (pengetahuan) meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.Pemikiran Kritisisme Immanuel Kant Filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang diintrodusir oleh Immanuel kant. Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Perkembangan ilmu Immanuel Kant mencoba untuk menjebatani pandangan Rasionalisme dan Empirisisme, teori dalam aliran filsafat Kritisisme adalah sebuah teori pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan kedua macam unsur dari filsafat Rasionalisme dan disini kekuatan kritis filsafat sangatlah penting, karena ia bisa menghindari kemungkinan ilmu pengetahuan menjadi sebuah dogma.
Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-pertanyaan mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Salah satunya yaitu “Apa itu “Metafisika” ? Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti:
a)     Apakah sumber dari suatu realitas?
b)     Apakah Tuhan ada?
c)     Apa tempat manusia di dalam semesta?
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Tokoh filsuf empirisme David Hume menghancurkan segala kemungkinan munculnya kembali sistem metafisika yang mengklaim kemampuan rasio (akal) manusia mencapai realitas sesungguhnya. Hume hanya mau bersandar pada apa yang bisa diamati melalui inderawi. Kritik pedas Hume pada metafisika membangunkan Kant dari tidur dogmatisnya menurut Kant (1997). Dari Hume, Kant menyadari bahwa disiplin metafisika telah melalaikan keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami realitas sesungguhnya. Pemikiran Hume dan Kant meminjam istilah posmodernisme, disebut narasi besar yakni ingin mempertanyakan kembali wacana wacana metafisik yang selalu bergulat. Gagasan metafisis tentang Tuhan, esensi, substansi, hakiki, ruh sulit diterima karena bersifat apriori.
Berbeda dengan Hume yang menolak metafisika, Kant mempertanyakan metafisika untuk merekonstruksi metafisika yang sudah ada. Ia membuang metafisika tradisional yang diwariskan  Aristoteles (filsuf Yunani) dan Thomas (filsuf skolastik) dengan eviden sebagai dasarnya. Eviden yang dimaksud Kant adalah dualisme kritisisme yang ekstrem yakni pengetahuan dan kenyataan yang terpisah oleh jurang yang tidak dapat diseberangi.
Metafisika tradisional menganggap Tuhan sebagai causa prima (penyebab pertama dari segala sesuatu). Asumsi ini ditolak Kant. Menurutnya Tuhan bukanlah obyek pengalaman dengan kategori kausalitas pada tingkat akal budi (verstand), melainkan ada pada bidang atau pandangan yang melampaui akal budi, yakni bidang rasio (vernunft). Bagi Kant, pembuktian Tuhan sebagai causa prima tidak bisa diterima. Ada tidaknya Tuhan mustahil dibuktikan. Tuhan ditempatkan Kant sebagai postulat bagi tindakan moral pada rasio praktis. Langkah awal Kant dalam merekonstruksi metafisika adalah mengungkapkan dua keputusan yakni sintetik dan analitik seperti dimuat dalam Critique of Pure Reason (Kritik Rasio Murni). Keputusan sintetik adalah keputusan dengan predikat tidak ada dalam konsep subyek yang artinya menambahkan sesuatu yang baru pada subyek menurut Adian (2000). Keputusan analitik adalah keputusan dengan predikat terkandung dalam subyek. Misalnya proposisi semua tubuh berkeluasan. Predikat berkeluasan sudah terkandung dalam semua tubuh menurut Adian (2000).
Menurut Kant, dalam metafisika tidak terdapat pernyataan-pernyataan sintetik a priori seperti yang ada di dalam matematika, fisika dan ilmu-ilmu yang berdasar kepada fakta empiris.  Kant menamakan metafisika sebagai “ilusi transenden” (a transcendental illusion). Menurut Kant, pernyataan-pernyataan metafisika tidak memiliki nilai epistemologis. 
Selanjutnya persoalan yang ada dalam ilmu filsafat menurut Immanuel Kant adalah “Apa itu “Etika”? Etika diperlukan untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan manusia. Secara metodologis, etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Sehingga etika merupakan suatu ilmu dengan objeknya adalah tingkah laku manusia dengan sudut pandang normatif. Pemikiran berhubungan dengan moralitas sebelum Kant dicari dalam tatanan alam (Stoa, Spinoza), hukum kodrat (Thomas Aquinas), hasrat mencapai kebahagiaan (filsafat pra Kant), pengalaman nikmat atau hedon (Epikuros), perasaan moral (David Hume), kehendak Tuhan (Agustinus, Thomas Aquinas). Filsafat moral Kant menyatakan kesadaran moral merupakan fakta yang tidak dapat dibantah meskipun bukan obyek inderawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi inderawi. Sehingga satu-satunya cara untuk klaim moralitas atas keabsahan universal melalui subyek itu sendiri.
Karya Kant tentang filsafat moral antara lain The Foundations of the Methaphysics of Morals (1785), Critique of Practical Reason (1788), dan Metaphysics of Morals (1797). Dua buku pertama meletakkan etika dasar etika. Metafisika moral menguraikan norma dan keutamaan moral. Kant mengembangkan prinsip etika dari paham akal budi praktis. Kant mengandaikan baik bukan hanya dari beberapa segi, tetapi baik secara mutlak. Menurut Kant, yang baik tanpa pembatasan sama sekali adalah kehendak baik. Kehendak baik selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu di luarnya (otonom). Orang berkehendak baik karena menguntungkan, tergerak oleh perasaan belas kasih, memenuhi kewajiban demi kewajiban. Kehendak baik karena memenuhi kewajiban demi kewajiban disebut Kant sebagai moralitas. Pengukuran moralitas menurut Kant bukan pada hasil. Karena perbuatan baik tidak membuktikan kehendak baik. Tetapi pada kehendak pelaku apakah ditentukan oleh kenyataan bahwa perbuatan itu kewajibannya. Kant selalu merasa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan perasaan (Gaarder, 1999). Teori moralitas Kant disebut Imperatif Kategoris yang diciptakan dengan penekanan kepada otonomi individu dalam mengambil keputusan moral. Imperatif kategoris merupakan suatu panduan untuk menguji apakah suatu tindakan dapat disebut bermoral atau tidak.
Tidak sampai disitu apa yang menjadi buah persoalan yang ada dala Fisafat dalam pandangan Immanuel Kant ada lagi yaitu “Apa itu “Epistemologi” ? Epistemologi atau teori pengetahuan berhubungan dengan hakikat ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia yang diperoleh melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis. Kant menganggap kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut menentukan konsepsi. Apa yang kita lihat dianggap sebagai fenomena dalam ruang dan waktu yang disebut bentuk intuisi, mendahului setiap pengalaman. Untuk pengenalan, Kant berargumen bahwa obyek mengarahkan diri ke subyek. Tidak seperti filsuf sebelumnya yang mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan bahwa subyek mengarahkan diri ke obyek.
Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak yakni fakultas penerimaan kesan-kesan inderawi (sensibility) dan fakultas pemahaman (understanding) yang membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan inderawi yang diperoleh melalui fakultas pertama.
Kedua fakultas saling membutuhkan dalam rangka mencapai suatu pengetahuan. Fakultas penerimaan bertugas menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan a apriori intuisi ruang dan waktu. Fakultas pemahaman bertugas memasak yaitu menyatukan dan mensintesakan pengalaman-pengalaman yang telah diterima dan ditata oleh fakultas penerima selanjutnya diputuskan. Dalam bekerja, fakultas pemahaman memiliki sarana yang disebut kategori terdiri dari 12 item menjadi syarat apriori.  Kedua belas kategori ini adalah  kuantitas (universal, particular, singular), kualitas (affirmative, negative, infinitive), relasi (categorical, hypothetical, disjunctive) dan modalitas (problematical, assertorical, apotidical). Menurut Kant meskipun seluruh ide dan konsep manusia bersifat apriori sehingga ada kebenaran apriori, namun ide dan konsep hanya dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman. Tanpa pengalaman, seluruh ide dan konsep serta kebenaran tidak akan pernah bisa diaplikasikan. Akal budi manusia hanya bisa berfungsi bila dihubungkan dengan pengalaman. Oleh karena itu akal budi dan pengalaman inderawi, tidak dapat dianggap sebagai dasar menyatakan keberadaan Tuhan. Bagi Kant, eksistensi Tuhan diperlukan sebagai postulat bagi kehidupan moralitas (Hick, 1979). Pembahasan epistemologi Kant dikaitkan dengan dua karyanya Kritik atas Rasio Murni dan Kritik Rasio Praktis.
Immanuel Kant merupakan filosof yang sangat terkenal dengan ungkapanya yang mengemukakan empat pesoalan yang ada dalam filsafat. Dan pada bagian ini kita akan menemukan penjelasan dari persoalan filsafat ke-4 dari yang dikemukakan Immanuel Kant yaitu apa itu “Antropologi”? Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "Manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal") atau secara etimologis antropologi berarti ilmu yang memelajari manusia. Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview). Dengan orientasinya yang holistik, antropologi dibagi menjadi empat cabang ilmu yang saling berkaitan, yaitu: antropologi biologi, antropologi sosial budaya, arkeologi, dan linguistik. Keempat cabang tersebut memiliki kajian-kajian konsentrasi tersendiri dalam kekhususan akademik dan penelitian ilmiah, dengan topik yang unik dan metode penelitian yang berbeda.