Selasa, 10 Januari 2017

UAS FILSAFAT EMPAT PERSOALAN DALAM FILSAFAT IMMANUEL KANT


UJIAN AKHIR SEMESTER

EMPAT PERSOALAN DALAM FILSAFAT
MEURUT IMMANUEL KANT

Diajukan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester ganjil mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
Guru Sekolah Dasar semester tiga dengan dosen pengampu Dr.Adang Heriawan, M. Pd. 
dan Reksa Adya Pribadi, M. Pd

Disusun oleh:

Nama              : Muhamad Hipni
Nim                 : 2227150045
Kelas               : 3B PGSD
Mata Kuliah    : Filsafat Ilmu Pendidikan
Nama Dosen   : Dr.Adang Heriawan, M. Pd.

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2017
Memberikan definisi atau batasan tentang filsafat, bukan perkara mudah, karena bagaimana mungkin membatasi pengetahuan yang radikal dan tanpa batas dengan pembatasan-pembatasan yang menutup ruang geraknya. Secara logika, mendefinisikan berarti membatasi suatu terminology atau konsep lainya, sebagaimana terjadinya perbedaan definitive antara ilmu dan pengetahuan serta antara ilmu pengetahuan dan filsafat. Akan tetapi, karena salah satu kerja filsafat adalah memberikan batasan, terpaksa ia pun harus menerima untuk dibatasi. Semua konsep secara logika diberikan pengertian-pengertian yang membatasinya, sebagaiman filsafat yang biasanya memberikan pengertian terhadap konsep diluar dirinya akhirnya wajib membatasi dirinya sendiri.
Secara etimologis filsafat dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Yunaniphilosophia. Yang terdiri dari kata philen = mencintai, philis = cinta dan sophia = kebijaksanaan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Jadi kata majemuk “philosophia” berarti “daya upaya pemikiran dan renungan manusia untuk mencari kebenaran atau kebijaksanaan”. Menurut Prof. Dr. Muhammad Yamin, bahwa pengertian Yunani “philosophos” itu mula-mula muncul untuk menandingi kata “sophos” yang berarti “Si tahu” atau “Si pandai” yang merasa dirinya telah memiliki kebenaran dalam genggamannya. Sedangkan philo-sophos dalam segala kerendahan hati hanya mencari dan mencintai yang masih terus bergerak dalam perjalanan, bagaikan musafir setia berjalan terus menuju ke arah kebenaran sejati. Adapun makna kedua dari pengertian filsafat adalah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan kalbunya secara sungguh-sungguh, yakni secara sistematis, fundamental, universal, integral, dan radikal untuk mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, kebenaran, dan kearifan) (Ismaun, 2010 : 2-4).
Filsafat adalah pencarian kebenaran melalui alur berfikir yang sistematis, artinya perbincangan mengenai segala sesuatu dilakukan secara teratue mengikuti system yang berlaku sehingga tahapan-tahapanya mudah diikuti. Berfikir sistematis tentu tidak loncat-loncat, melainkan mengikuti aturan main yang benar. Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bervariasi. Juhaya S. Pradja (2001: 2) mengatakan bahwa arti yang sangat formal dari filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Suatu sikap falsafi yang benar adlah sikap yang kritis dan mencari. Sikap itu merupakan sikap toleran ddan terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang dan tanpa prasangka. Berdilsafat tidak hanya berarti membaca dan mengetahui filsafat. Seseorang memerlukan kebolehan berargumentasi, memakai teknik analisis, serta mengetahui sejumlah bahan pengetahuan sehingga ia memikirkan dan merasakan secara falsafi. Filsafat mengantarkan semua yang mempelajarinya kedalam refleksi pemikiran yang mendalam dan penuh dengan hikmah.
Filsafat selalu mencari jawaban-jawaban, tetapi jawaban yang ditentukan tidak pernah abadi. Oleh karena itu, filsafat tidak pernah selesai dan tidak pernah sampai pada akhir sebuah masalah. Masalah-masalah filsafat tidak pernah selesai karena itulah memang sebenarnya berfilsafat. Filsafat adalah sen kritik yang bukan semata-mata membatasi diri pada destruksi atau seakan-akan takut untuk membawa pandangan positifnyaa sendiri. Franz Magnis Suseno menegaskan bahwa kritisnya filsafat adlah kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai, bahkan senang, untuk membuka kembali perdebatan, selalu dan secara hakiki bersifat dialektis dalam arti bahwa setiap bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis-antitesis dan antitesisnya antetesis. Filsafat bersifat kritis pula apabila ia membangun suatu gedung teoretis, sebagaimana diperlihatkan dengan begitu megah oleh Hegel, filodsof pembangun system terbesar yang berhasil merumuskan sifat dialektis yang hakiki bagi segenap filsafat sejati.
Dari pengertian ini, kita dapat memahami bahwa tujuan filsafat, pada mulanya adalah mulia. Yakni, membuat orang cinta pada kebijaksanaan, dan seterusnya menjadi bijaksana. Filsafat merupakan hasil pemikiran yang didasarkan pada rasio (akal), dan karena rasio (akal) adalah anugerah Allah, maka capaiannya kadang-kadang bisa benar. Tetapi, karena ia bukan wahyu, maka akal pun bisa keliru. sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu lain, produk filsafat tidak semuanya baik, tetapi ada yang buruk. Sisi buruknya bisa sangat berbahaya. Sebab filsafat berbicara tentang berbagai persoalan penting, antara lain tentang manusia, agama, dan Tuhan. Liberalisame, Ateisme, Marxisme, Komunisme, adalah sekadar beberapa contoh produk filsafat yang “dinilai” bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian, beberapa pemikiran filsafat memang dapat membahayakan akidah, khususnya akidah orang awam.
Disini kita akan membicarakan empat (4) permasalahan yang diungkapkan oleh Immanuel Kant. Sebelum mengetahui 4 pertanyaan dan jawaban dari Emanuel Kant kita harus mengetahui terlebih dahulu siapa Immanuel Kant itu? Immanuel Kant merupakan seorang filsuf Jerman abad ke-18 yang memiliki pengaruh sangat luas bagi dunia intelektual. Immanuel Kant dilahirkan pada tanggal 22 April 1724 di Königsberg dan meninggal di Königsberg, Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun. Dia berasal dari keluarga pengrajin yang sederhana. Ketika Kant masih muda, usaha ayahnya bangkrut. Kehidupan meraka harus didukung oleh keluarga besar orang tuanya. Kant penuh dengan kerendahan hati dan sangat disiplin.
Kant kemudian menjadi guru besar untuk mata kuliah logika dan metafisika di Universitas Konisberg. Dia secara rutin menyajikan kuliah tentang geografi fisik. Hal ini dilakukannya sepanjang tahun sampai tahun 1796. Dalam pengantar kuliahnya, dia selalu menegaskan tempat geografi dalam dunia ilmiah. Dia memberikan landasan falsafi bagi geografi sebagai pengetahuan ilmiah. Karya yang terpenting Immanuel Kant adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain “apa yang bisa diketahui manusia”.
Menurut Immanuel Kant Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan, yaitu:
1)     Apakah yang dapat kita kerjakan (jawabannya metafisika);
2)     Apakah yang seharusnya kita kerjakan (etika);
3)     Sampai di manakah harapan kita (agama);
4)     Apakah yang dinamakan manusia (antropologi).
Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu (pengetahuan) meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.Pemikiran Kritisisme Immanuel Kant Filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang diintrodusir oleh Immanuel kant. Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Perkembangan ilmu Immanuel Kant mencoba untuk menjebatani pandangan Rasionalisme dan Empirisisme, teori dalam aliran filsafat Kritisisme adalah sebuah teori pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan kedua macam unsur dari filsafat Rasionalisme dan disini kekuatan kritis filsafat sangatlah penting, karena ia bisa menghindari kemungkinan ilmu pengetahuan menjadi sebuah dogma.
Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-pertanyaan mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Salah satunya yaitu “Apa itu “Metafisika” ? Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti:
a)     Apakah sumber dari suatu realitas?
b)     Apakah Tuhan ada?
c)     Apa tempat manusia di dalam semesta?
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Tokoh filsuf empirisme David Hume menghancurkan segala kemungkinan munculnya kembali sistem metafisika yang mengklaim kemampuan rasio (akal) manusia mencapai realitas sesungguhnya. Hume hanya mau bersandar pada apa yang bisa diamati melalui inderawi. Kritik pedas Hume pada metafisika membangunkan Kant dari tidur dogmatisnya menurut Kant (1997). Dari Hume, Kant menyadari bahwa disiplin metafisika telah melalaikan keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami realitas sesungguhnya. Pemikiran Hume dan Kant meminjam istilah posmodernisme, disebut narasi besar yakni ingin mempertanyakan kembali wacana wacana metafisik yang selalu bergulat. Gagasan metafisis tentang Tuhan, esensi, substansi, hakiki, ruh sulit diterima karena bersifat apriori.
Berbeda dengan Hume yang menolak metafisika, Kant mempertanyakan metafisika untuk merekonstruksi metafisika yang sudah ada. Ia membuang metafisika tradisional yang diwariskan  Aristoteles (filsuf Yunani) dan Thomas (filsuf skolastik) dengan eviden sebagai dasarnya. Eviden yang dimaksud Kant adalah dualisme kritisisme yang ekstrem yakni pengetahuan dan kenyataan yang terpisah oleh jurang yang tidak dapat diseberangi.
Metafisika tradisional menganggap Tuhan sebagai causa prima (penyebab pertama dari segala sesuatu). Asumsi ini ditolak Kant. Menurutnya Tuhan bukanlah obyek pengalaman dengan kategori kausalitas pada tingkat akal budi (verstand), melainkan ada pada bidang atau pandangan yang melampaui akal budi, yakni bidang rasio (vernunft). Bagi Kant, pembuktian Tuhan sebagai causa prima tidak bisa diterima. Ada tidaknya Tuhan mustahil dibuktikan. Tuhan ditempatkan Kant sebagai postulat bagi tindakan moral pada rasio praktis. Langkah awal Kant dalam merekonstruksi metafisika adalah mengungkapkan dua keputusan yakni sintetik dan analitik seperti dimuat dalam Critique of Pure Reason (Kritik Rasio Murni). Keputusan sintetik adalah keputusan dengan predikat tidak ada dalam konsep subyek yang artinya menambahkan sesuatu yang baru pada subyek menurut Adian (2000). Keputusan analitik adalah keputusan dengan predikat terkandung dalam subyek. Misalnya proposisi semua tubuh berkeluasan. Predikat berkeluasan sudah terkandung dalam semua tubuh menurut Adian (2000).
Menurut Kant, dalam metafisika tidak terdapat pernyataan-pernyataan sintetik a priori seperti yang ada di dalam matematika, fisika dan ilmu-ilmu yang berdasar kepada fakta empiris.  Kant menamakan metafisika sebagai “ilusi transenden” (a transcendental illusion). Menurut Kant, pernyataan-pernyataan metafisika tidak memiliki nilai epistemologis. 
Selanjutnya persoalan yang ada dalam ilmu filsafat menurut Immanuel Kant adalah “Apa itu “Etika”? Etika diperlukan untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan manusia. Secara metodologis, etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Sehingga etika merupakan suatu ilmu dengan objeknya adalah tingkah laku manusia dengan sudut pandang normatif. Pemikiran berhubungan dengan moralitas sebelum Kant dicari dalam tatanan alam (Stoa, Spinoza), hukum kodrat (Thomas Aquinas), hasrat mencapai kebahagiaan (filsafat pra Kant), pengalaman nikmat atau hedon (Epikuros), perasaan moral (David Hume), kehendak Tuhan (Agustinus, Thomas Aquinas). Filsafat moral Kant menyatakan kesadaran moral merupakan fakta yang tidak dapat dibantah meskipun bukan obyek inderawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi inderawi. Sehingga satu-satunya cara untuk klaim moralitas atas keabsahan universal melalui subyek itu sendiri.
Karya Kant tentang filsafat moral antara lain The Foundations of the Methaphysics of Morals (1785), Critique of Practical Reason (1788), dan Metaphysics of Morals (1797). Dua buku pertama meletakkan etika dasar etika. Metafisika moral menguraikan norma dan keutamaan moral. Kant mengembangkan prinsip etika dari paham akal budi praktis. Kant mengandaikan baik bukan hanya dari beberapa segi, tetapi baik secara mutlak. Menurut Kant, yang baik tanpa pembatasan sama sekali adalah kehendak baik. Kehendak baik selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu di luarnya (otonom). Orang berkehendak baik karena menguntungkan, tergerak oleh perasaan belas kasih, memenuhi kewajiban demi kewajiban. Kehendak baik karena memenuhi kewajiban demi kewajiban disebut Kant sebagai moralitas. Pengukuran moralitas menurut Kant bukan pada hasil. Karena perbuatan baik tidak membuktikan kehendak baik. Tetapi pada kehendak pelaku apakah ditentukan oleh kenyataan bahwa perbuatan itu kewajibannya. Kant selalu merasa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan perasaan (Gaarder, 1999). Teori moralitas Kant disebut Imperatif Kategoris yang diciptakan dengan penekanan kepada otonomi individu dalam mengambil keputusan moral. Imperatif kategoris merupakan suatu panduan untuk menguji apakah suatu tindakan dapat disebut bermoral atau tidak.
Tidak sampai disitu apa yang menjadi buah persoalan yang ada dala Fisafat dalam pandangan Immanuel Kant ada lagi yaitu “Apa itu “Epistemologi” ? Epistemologi atau teori pengetahuan berhubungan dengan hakikat ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia yang diperoleh melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis. Kant menganggap kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut menentukan konsepsi. Apa yang kita lihat dianggap sebagai fenomena dalam ruang dan waktu yang disebut bentuk intuisi, mendahului setiap pengalaman. Untuk pengenalan, Kant berargumen bahwa obyek mengarahkan diri ke subyek. Tidak seperti filsuf sebelumnya yang mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan bahwa subyek mengarahkan diri ke obyek.
Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak yakni fakultas penerimaan kesan-kesan inderawi (sensibility) dan fakultas pemahaman (understanding) yang membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan inderawi yang diperoleh melalui fakultas pertama.
Kedua fakultas saling membutuhkan dalam rangka mencapai suatu pengetahuan. Fakultas penerimaan bertugas menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan a apriori intuisi ruang dan waktu. Fakultas pemahaman bertugas memasak yaitu menyatukan dan mensintesakan pengalaman-pengalaman yang telah diterima dan ditata oleh fakultas penerima selanjutnya diputuskan. Dalam bekerja, fakultas pemahaman memiliki sarana yang disebut kategori terdiri dari 12 item menjadi syarat apriori.  Kedua belas kategori ini adalah  kuantitas (universal, particular, singular), kualitas (affirmative, negative, infinitive), relasi (categorical, hypothetical, disjunctive) dan modalitas (problematical, assertorical, apotidical). Menurut Kant meskipun seluruh ide dan konsep manusia bersifat apriori sehingga ada kebenaran apriori, namun ide dan konsep hanya dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman. Tanpa pengalaman, seluruh ide dan konsep serta kebenaran tidak akan pernah bisa diaplikasikan. Akal budi manusia hanya bisa berfungsi bila dihubungkan dengan pengalaman. Oleh karena itu akal budi dan pengalaman inderawi, tidak dapat dianggap sebagai dasar menyatakan keberadaan Tuhan. Bagi Kant, eksistensi Tuhan diperlukan sebagai postulat bagi kehidupan moralitas (Hick, 1979). Pembahasan epistemologi Kant dikaitkan dengan dua karyanya Kritik atas Rasio Murni dan Kritik Rasio Praktis.
Immanuel Kant merupakan filosof yang sangat terkenal dengan ungkapanya yang mengemukakan empat pesoalan yang ada dalam filsafat. Dan pada bagian ini kita akan menemukan penjelasan dari persoalan filsafat ke-4 dari yang dikemukakan Immanuel Kant yaitu apa itu “Antropologi”? Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "Manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal") atau secara etimologis antropologi berarti ilmu yang memelajari manusia. Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview). Dengan orientasinya yang holistik, antropologi dibagi menjadi empat cabang ilmu yang saling berkaitan, yaitu: antropologi biologi, antropologi sosial budaya, arkeologi, dan linguistik. Keempat cabang tersebut memiliki kajian-kajian konsentrasi tersendiri dalam kekhususan akademik dan penelitian ilmiah, dengan topik yang unik dan metode penelitian yang berbeda.

Rabu, 28 Desember 2016

Ulama - Ulama Terdahulu Sudah Terlebih Dahulu Menggunaan Prinsip-Prinsip Dasar Logika dan Filsafat

Penggunaan prinsip-prinsip dasar logika dan filsafat sesungguhnya telah digunakan oleh para ulama terdahulu dengan dua tujuan:
1.      Pertama, memecahkan problem-problem keilmuan dan konsep-konsep dasar dalam Islam. Penjelasan tentang sumber kebenaran, klasifikasi ilmu dan pemilahan ilmu-ilmu yang baik dan buruk menurut syariat dikaji dalam konteks pemikiran yang sekarang disebut filosofis.
Ketika para ulama membahas konsep ilmu, maka itu sudah dapat dikatakan pembahasannya masuk wilayah filsafat. Jadi, sesungguhnya filsafat dalam koridor Islam itu sudah menjadi bagian dari disiplin ilmu-ilmu keislaman. Kajian tentang konsep dan prinsip-prinsip ilmu dalam ilmu filsafat disebut epistemologi.
2.      Kedua, para ulama mendalami prinsip-prinsip filsafat dalam rangka mengkritik dan mengoreksi pemikiran asing, yang tidak sesuai dengan konsep Islam. Untuk itu, yang dipelajari adalah filsafat ‘asing’ dan filsafat yang Islami. Imam al-Ghazali telah melakukannya. Untuk mengetahui kesalahan-kesalahan mendasar, Imam al-Ghazali mendalami terlebih dahulu prinsip-prinsip filsafat Yunani yang bertentangan dengan Islam.
Syed Muhammad Naquib al-Attas mengindentifikasi bahwa kemunduran umat Islam dalam berbagai bidang pada dasarnya disebabkan merebaknya penyakit kekeliruan ilmu yang dialami kaum Muslim. Kesalahan ilmu dan kekurangan ilmu itu disebabkan invasi ilmu Barat yang sangat gencar menyerang jiwa dan kalbu kaum Muslimin (Syed MN. al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, hal. 5). Bahkan menurut al-Attas, bagi cendekiawan Muslim mempelajari peradaban (termasuk filsafat) Barat hukumnya fardlu kifayah. Sebab, tanpa mengetahuinya kita tidak mempu mengkritik dan membenahinya. Tidak semua memang perlu mempelajarinya, menurut Imam al-Ghazali, itu hanya untuk orang yang berilmu, orang awam dilarang mempelajarinya. Artinya, ini bagi yang telah memiliki bekal dasar-dasar akidah, mantiq dan syariah yang kuat.
Untuk itu bagi kita yang mempelajari filsafat, hendaknya ditata niat baik-baik. Segala aktifitas keilmuan adalah semata demi mendapatkan kebahagiaan (sa’adah) akhirat.
Artinya, niat untuk berjuang li i’laa’i kalimatillah. Kita juga perlu memakai framework Islam, bukan framework Barat. Hal ini berarti, pertama-tama akidah harus dikuatkan. Karena, seperti petunjuk Imam al-Ghazali dan Syed al-Attas, bahwa kita mempelajari ilmu ini dalam rangka membela konsep-konsep Islam, menguatkan akidah umat. Dengan framework Islam, filsafat menjadi alat mengokohkan akidah, bukan malah mendekonstruksinya atau menjadikan pluralis atau sekularis


Belajar Filsafat Itu Untuk Mengokohkan Akidah

Belajar filsafat harusnya untuk memperkokoh akidah, bukan malah jadi sesat. Untuk itu niat mempelajari filsafat, semata demi maslahat dan sa’adah (kebahagiaan) dan untuk berjuang li i’laa’i kalimatillah
Dalam mempelajari sebuah ilmu, harus memperhatikan kaidah dan petunjuk agama. Ilmu apapun jika menafikan petunjuk dan prinsip-prinsip dasar thalabul ilmi (mencari ilmu) akan mengakibatkan jatuh pada kesesatan. Belajar al-Qur’an dan Hadist, jika niat salah, maka kekeliruan yang didapat. Bahkan bisa tersesat jika konsep al-Qur’an dan hadisnya salah. Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa ilmunya bertambah, namun tidak bertambah petunjuk, maka ia akan semakin jauh dari Allah.” (HR. Abu Nu’aim).
Ilmu filsafat sering disalah persepsi sebagai ilmu yang menyebabkan orang tersesat. Ada beberapa sebab ilmu ini dianggap miring, sehingga harus dijauhi. Di antaranya; pengaruh framework Orientalis Barat. Menurut orientalis, Islam tidak memiliki tradisi pemikiran rasional dan filosofis. Kaum Muslim hanya mengadopsi. Akibatnya, yang dipelajari adalah filsafat Barat dengan cara belajar menurut framework Barat. Implikasi dari pemikiran ini ada dua; pertama, para mahasiswa yang termakan framework tersebut mempelajari filsafat sekuler. Filsafat yang dikonstruk ilmuan Barat tanpa reserve dan kajian kritis.
Cara belajar yang begini yang menjauhkan dari Allah, karena tidak memakai framework Islam dan worldview Islam. Kedua, sebagian kaum Muslim yang percaya dengan propaganda orientalis itu langsung ‘memukul rata’ bahwa semua jenis filsafat haram dan tidak boleh dipelajari karena berasal dari orang Barat yang sekular.
Sebagian kaum Muslim pun ‘rigid’ dan kaku menyikapi ilmu filsafat. Mereka percaya saja apa yang dipropagandakan orientalis itu tanpa mengkaji mendalam bagaimana respon para ulama terdahulu. Dalam tradisi ulama’ terdahulu, telah lama berkembang persepsi bahwa Islam memiliki tradisi filsafat tersendiri yang berbeda dan berlawanan dengan filsafat Barat atau Yunani. Ilmu syariat mengawal dan terus dijadikan pondasi dalam ilmu filsafat. Bahkan beberapa ulama terdahulu mempelajari ilmu filsafat Yunani dalam rangka mengoreksi dan mengkritik kekeliruannya. Hanya, ada petunjuk dan kaidah untuk mempelajarinya.
Ibn Rusyd dalam karyanya Fasl al-Maqal menjelaskan urgensi mempelajari filsafat. Dalam keterangannya, Ibn Rusyd mengaitkan dengan pemecahan persoalan-persoalan dalam ilmu syariat. Ibn Rusyd mengungkapkan bahwa syariat Allah itu wajib diikuti dan membimbing manusia menuju kemulyaan. Filsafat di sini ternyata bukan filsafat anti-ketuhanan, dan sekular, namun cara berpikir mendalam, logis, teratur tanpa menafikan wahyu.
Imam al-Ghazali sesungguhnya juga tidak menolak filsafat. Akan tetapi — seperti yang ditulis dalam Tahafut al-Falasifah — beliau hanya mengkritik prinsip pemikiran-pemikiran filsafat yang tidak sesuai dengan wahyu. Prinsip-prinsip filsafat Yunani ia kritik karena bertentangan dengan konsep-konsep Islam. Al-Ghazali percaya, bahwa Islam memiliki prinsip-prinsip filsafat tersendiri yang berbeda dengan konsep-konsep asing. Hal ini ia buktikan dalam karya-karya lainnya seperti Ihya Ulumuddin, al-Mustasyfa, Fada’ih al-Bathiniyyah,al-Munqidz min al-Dlalal, Kimiya’ al-Sa’adah, dan lain-lain.
Karya-karya tersebut menyajikan penjelasan prinsip-prinsip memperoleh pengetahuan, klasifikasi ilmu, logika, cara pemecahan persoalan secara mendalam, sampai ke akar-akarnya dan sistematis – yang merupakan ciri berpikir filsafat secara umum.
Bahkan Ibn Taimiyah dalam Minhaj al-Sunnah menulis bahwa filsafat bisa diterima jika memenuhi syarat. Yaitu asalkan berdasarkan pada akal dan berpijak pada kebenaran yang dibawa oleh para Nabi Shalallahu ‘alai wa sallam. Filsafat yang berdasarkan al-Sunnah ini beliau sebut dengan al-Falsafah al-Shahihah (filsafat yang benar).

Dengan demikian, sesungguhnya para ulama’ menerima filsafat sebagai disiplin ilmu yang bisa dipelajari. Imam al-Ghazali mensyaratkan orang yang sudah memiliki dasar-dasar agama, berilmu dan cerdas yang boleh mendalami ilmu filsafat dan mantiq. Orang awam dilarang karena belum memerlukannya. Tuduhan bahwa al-Ghazali ‘mematikan’ filsafat adalah tidak benar. Penolakan para ulama’ sesungguhnya wajar dan berlaku untuk ilmu-ilmu yang lainnya, tidak hanya filsafat. Ilmu apa saja, jika tidak sesuai dengan syariat tidak boleh diikuti. Tiap ilmu memiliki jenjang masing-masing dalam mempelajarinya. Seperti halnya pelajaran kalkulus tidak diajarkan kepada anak sekolah dasar. Bukan ‘diharamkan’, tapi belum waktunya.

CARA SEDERHANA BELAJAR FILSAFAT

1.      Menumbuhkan motivasi
Motivasi didefenisikan sebagai dorongan (dorongan sokongan moril) yang menjadi alasan dan tujuan dari sebuah tindakan, oleh karena itu sebelum seseorang ingin mempelajari filsafat harus merefleksikan dirinya apakah latar belakang ia mempelajari filsafat? Apa tujuan individu mempelajari filsafat? Apa dorongan yang membuatnya belajar filsafat? Ada berbagai tujuan seseorang menyelami dunia filsafat diantaranya adalah untuk peningkatan kapasitas intelektual tentang filsafat, untuk gagah-gagahan sebagai bentuk kesombongan akan kehebatannya berfilsafat, untuk diaplikasikan dalam tindakan kehidupan sehari-hari, atau mungkin sekedar iseng, silahkan pembaca menambahkan sendiri tujuan pembaca mempelajari filsafat. Kendati beragamnya latar belakang di atas namun yang harus diingat bahwa pada hakikatnya jika seseorang mempelajari filsafat dengan baik maka akan terlihat dalam akhlak moralitasnya sebagai orang yang makin bijaksana dalam mendinamikai kehidupan. Hal ini senada dengan terminologi filsafat yang cinta akan kebenaran, cinta akan kebijaksanaan, cinta akan kecintaan. Harus ada tujuan untuk menjadi filsuf-filsuf modern yang senantiasa menjadi pencinta sejati (cinta kepada Tuhan, sesama manusia dan alam semesta), menjadi orang bijak di tengah hiruk-pikuk keduniaan di zaman yang serba canggih ini. Manusia mungkin saja dengan mudah menjadi pintar namun belum tentu dengan mudah menjadi bijaksana, banyak orang pintar di era ini, namun sedikit sekali kita temukan orang bijak bak mencari jarum di tumpukan jerami atau mencari mutiara di samudera luas.
Motivasi dibagi menjadi dua yakni secara internal (diri) dan secara eksternal (lingkungan), secara internal maupun eksternal harus dibangun suatu mindset yang positif terhadap filsafat. Secara internal kita perlu menyadari kapasitas dan bakat bawaan kita sebagai manusia yang bisa mempelajari apa pun ilmu di dunia ini. Mempelajari filsafat juga adalah mempelajari diri sendiri dengan demikian kita bisa memahami Tuhan sebagai penguasa jagat raya sesuai pepatah arab “barang siapa mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya”. Secara eksternal kita perlu bergaul dengan orang-orang yang dekat dengan filsafat dan punya pengetahuan lebih tentang filsafat selain itu kita perlu mengamati gejala alam sebagai realitas dan objek kajian filsafat yang memberikan suasana menakjubkan bagi manusia. Peningkatan motivasi eksternal juga ditingkatkan lewat membaca sebanyak-banyaknya biografi para filsuf ternama untuk meningkatkan motivasi diri agar bisa mencontohi para filsfuf yang luar biasa itu. Setiap orang punya cara/metode yang berbeda-beda dalam menumbuhkan motivasi ini olehkarena itu, tidak dilarang menggunakan metode apa pun yang terpenting bisa efektif, efisien dan enjoy dalam membangun semangat berfilsafat baik secara teoritis maupun tindakan, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Selamat menumbuhkna motivasi.
2.      Meluaskan paradigma
Paradigma merupakan contoh; tasrif; teladan; pedoman; dipakai untuk menunjukkan gugusan sistem pemikiran; bentuk kasus dan pola pemecahannya. (Maulana dkk, 2011). Dengan demikian maka paradigma menyangkut kerangka berfikir, sistem berfikir, cara berfikir, metode berfikir yang kesemuanya menyangkut pandangan manusia terhadap segala sesuatu. Jika kita mempelajari filsafat maka kita harus memiliki landasan yang kokoh diantaranya adalah luasnya wacana intelektual kita tentang segala ilmu baik ilmu alam, bahasa, agama, maupun ilmu sosial lainnya. Hal ini dikarenakan semua ilmu itu awalnya adalah filsafat itu sendiri, filsafat menjadi induk ilmu pengetahuan bahkan pendamping ilmu pengetahuan. Kerangka filsafat juga dipakai dalam menelaah ilmu pengetahuan. Dengan demikian secara konkrit kita wajib mendalami ilmu-ilmu alam seperti matematika, kimia, fisika, biologi, kosmologi dan sebagainya, ilmu sosial seperti ekonomi, antropologi, estetika, etika, geografi, sejarah, agama serta ilmu bahasa dan sastra, di lain sisi kita perlu mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan kerangka epistimologi seperti logika, analogi, silogisme, teori kebenaran, mazhab berfikir, kerangka berfikir, metode ilimiah dan sebagainya sehingga menambah wawasan kita dan menjadi bekal dalam mempelajari filsafat. Keluasan wawasan akan sangat membantu pelajar dalam mempelajari filsafat, karena bagaimana pun juga akan ada keterkaitan antara segala ilmu dengan filsafat itu sendiri. Contoh-contoh dalam filsafat pun diejawantahkan melalui ilmu-ilmu yang sebelumnya telah kita pelajari.
3.      Memunculkan inspirasi
Inspirasi diartikan sebagai intuisi; ilham; pengaruh (dari dalam yang membangkitkan kreatif; penarikan napas ke dalam). (Maulana dkk, 2011). Dengan pengertian seperti di atas maka kita patut mempertanyakan bagaimana mendatangkan ilham itu? Bagaimana memunculkan pengaruh luar biasa yang membangkitkan kreativitas? Banyak cara yang dilakukan manusia dalam menggapai inspirasi maksimal, ada yang mengambil jalan meditasi, memandang pemandangan indah alam semesta, saat hendak tidur malam hingga terbawa dalam mimpi, memandang orang yang dicintai, bahkan ada satu cerita menarik seseorang dapat mendapatkan inspirasi dikala sedang berada di dalam WC, sambil BAB dengan sebatang rokok di tangan sesekali mengisap rokok tersebut sambil angan-angannya/imajinasinya melayang liar di alam ide untuk mencari inspirasi yang diinginkannya. Mungkin pembaca punya cara lain dalam memunculkan inspirasi berharga. Inspirasi adalah hal menarik dan mewah yang secara gratis dapat kita peroleh, oleh karena inspirasi sangat penting dalam realitas kehidupan kita.
Dalam kaitannya dengan filsafat kita dapat mencontohi Abraham/Ibrahim AS dalam mencari tahu Tuhannya, Abraham terinspirasi lewat alam dan memadukan antara inspirasi dan penasaran serta mengambil kesimpulan dari sesuatu yang membingungkan, mencengangkan dan menakjubkan. Mungkinkah kita melakukan hal yang sama? Alam adalah lahan inspirasi yang sangat luar biasa? Mari kita berfilsafat dengan menghadirkan berbagai macam pertanyaan inspirasi, siapakah perancang alam semesta ini? Bagaimana caranya menciptkan alam dan manusia? Dari mana asal manusia? Jika mati manusia akan kemana? Apakah suatu saat alam akan musnah? Apakah ada kehidupan lain di planet lain selain bumi? Apakah benar ada malaikat, iblis dan jin? Dimanakah makhluk-makhluk itu tinggal? Mungkin pembaca akan menambah daftar pertanyaan lagi agar semakin banyak pertanyaan dan mari bersama berfilsafat untuk mencari tahu jawaban dari pertanyaan yang kita ajukan sendiri. Mungkinkah jawaban kita akan berbeda dan beragam.
4.      Belajar sejarah Filsafat
Banyak orang tertarik dengan filsafat melalui sejarahnya, hal ini dibuktikan dengan menariknya membaca biografi para tokoh filsuf yang menginspirasi serta memotivasi pembaca untuk senantiasa bisa seperti tokoh yang dikaguminya itu. Orang merasa bangga ketika berbicara di forum-forum ilimiah dengan mengutip kata-kata, teori, hipotesis bahkan ajaran filosof dari sang filsuf yang dihormatinya. Tokoh-tokoh filsuf laksana nabi-nabi yang juga mengajarkan ajaran dan pemikirannya bahkan memiliki pengikut yang banyak. Tokoh filsuf dengan pemikirannya mampu mempengaruhi dunia dan menyelinap masuk ke sendi-sendi kehidupan umat manusia. Jika kita amati perkembangan sejarah filsafat tentu kita bisa lihat filsafat berawal dari mitologi (mitos) yang berubah wujud secara perlahan ke arah filsafat, zaman patristik, awal skolastik, keemasan skolastik, akhir abad pertengahan, zaman modern (1600-1800 M), zaman baru (1800-1950 M) hingga pada era milenium zaman IPTEK saat ini.


Sholat Tanpa Mengucapkan Al-Fatihah Sia-sia

Seberapa pentingkah Al-Fatihah, surah pertama Al-Quran, buat orang Islam? Perhatikanlah hadits berikut: “Tidak ada (tidak sah) shalat bagi [orang] yang tidak membaca Fatihah al-Kitab” (HR. Bukhari).
Sholat Tanpa Mengucapkan Al-Fatihah Sia-sia
Ada 1.4 milyar orang Islam di dunia. Jika Al-Fatihah diucapkan 17 kali per hari saat sholat oleh setiap orang Muslim, berarti Al-Fatihah diucapkan hampir 24 milyar kali setiap hari. Jika hanya 50 persen orang Islam taat sholat, itu masih berarti 12 milyar kali. Dengan demikian, kita salah bukan bila kita mengatakan bahwa Al-Fatihah doa terpopuler dalam sejarah dunia?!
Tetapi, apakah Al-Fatihah memuat arti rahasia tentang Allah dan kehidupan ini, yaitu arti yang tersembunyi? Siapakah Yang Dapat Membuka Rahasianya?
Al-Quran menekankan bahwa Isa Al-Masih adalah yang terkemuka di bumi dan di akhirat! (Qs 3:45) Al-Quran juga menekankan bahwa Isa Al-Masih benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Artinya Isa Al-Masih mempunyai pengetahuan yang melebihi manusia biasa (Qs 43:61).
Kitab Injil mendukung dengan menekankan bahwa Isa Al-Masih adalah “hikmat Allah” (Injil, Surat I Korintus 1:24). Apakah rahasia Al-Fatihah yang tersembunyi dapat dibuka dalam terang Isa Al-Masih, hikmat Allah? Walaupun Al-Fatihah diucapkan dalam bahasa Arab, tapi dalam renungan ini hanya menggunakan bahasa Indonesia.
Pantaskah mengucapkan sebuah doa berulang kali, hari demi hari tanpa tahu artinya secara dalam? Karangan pendek yang akan Anda terima, akan menolong Anda mendoakan Al-Fatihah dengan makrifat. Orang Kristen juga perlu tahu isi Al-Fatihah, karena surah ini memainkan peranan inti dalam akidah Islam. Anda perlu mengerti doa mulia ini yang dijunjung tinggi oleh saudara-saudara sebangsa!
Al-Fatihah yang berarti “Pembuka” begitu dicintai oleh orang Islam. Sehingga diberi banyak nama sbb:
Ummul Kitab (Induk Kitab), Ummul Qur'an (Induk Al-Qur'an), As-Sabu'ul Matsani (Tujuh yang Diulang), Ash-Shalah (Shalat), al-Hamd (Pujian), Al-Wafiyah (Yang Sempurna), al-Kanz (Simpanan Yang Tebal), asy-Syafiyah (Yang Menyembuhkan), Asy-Syifa (Obat), al-Kafiyah (Yang Mencukupi), al-Asas (Pokok), al-Ruqyah (Mantra), asy-Syukru (Syukur), ad-Du'au (Doa), dan al-Waqiyah (Yang Melindungi dari Kesesatan). Bukankah jelas bahwa tujuh ayat singkat Al-Fatihah yang begitu dihargai, harus diselidiki secara mendalam? Janganlah menjalankan hidup Anda dan terus buta huruf mengenai rahasia-rahasia yang tersembunyi dalam Al-Fatihah!


Belajar Dari Kesalahan Dan kegagalan Itu Luar Biasa

Tidak ada orang yang suka berbuat kesalahan. Namun jika anda ingin melewati hidup dengan baik, maka tidak ada jaminan bagi anda untuk tidak melakukan kesalahan. Jika anda dapat belajar dari kesalahan dengan tepat, maka anda akan mendapatkan bahan bakar baru untuk maju kedepan.
Anda harus menyadari bahwa kesalahan adalah bagian yang penting dalam pengembangan diri. Jangan termenung terus dengan rasa bersalah dan penyesalan, pelajari bagaimana anda dapat belajar dari kesalahan-kesalahan tersebut.
1.      Minta Maaf dengan Tulus dan Sungguh-sungguh
Jika anda telah melakukan kesalahan yang menyakiti/membahayakan orang lain, sangat penting bagi anda untuk segera meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Pastikan bahwa itu adalah betul-betul suatu kecelakaan yang tidak akan terulang. Permintaan maaf yang baik akan mengembalikan tingkatkepercayaan orang tersebut pada anda.
Sebaliknya, jika anda tidak meminta maaf, maka kemungkinan besar orang tersebut akan menyerang anda.
Akan sangat efektif jika anda meminta maaf secara pribadi dibandingkan lewat surat atau email. Namun, begitu anda telah mendapatkan maaf, jangan sampai melakukan kesalahan yang sama lagi, karena itu adalah suatu kekonyolan dan sangat menjengkelkan. Segera perbaiki tindakan-tindakan anda.
2.      Jangan Menjadi Seorang Yang ’Perfectionist’
Jika anda menjalani hidup dengan ketakutan untuk melakukan kesalahan, maka anda akan menghabiskan hidup anda dengan tidak melakukan apa-apa. Bukan masalah jika anda melakukan kesalahan, karena sekali lagi itu adalah bagian penting dari hidup agar anda terus maju. Semakin banyak tanggung jawab yang anda pikul, kemungkinan anda melakukan kesalahan pun semakin sering.
Jika anda selalu ingin merasa semuanya sempurna, selalu ingin menghindari kesalahan-kesalahan sekecil apapun, hal itu lama kelamaan akan membentengi diri anda secara psikologi dan anda menjadi tidak berani dalam mengambil resiko.
3.      Jangan Membuang Waktu Dengan Mencari Pembenaran
Kita manusia mempunyai sifat alami untuk mencari pembenaran atas kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. Ketika kita melakukan kesalahan, rata-rata reaksi pertama kita adalah menyalahkan orang lain.
”Ya, saya telah menabrak mobil di depan saya, tapi itu adalah karena teman saya yang selalu mengajak saya bergosip sehingga konsentrasi saya terpecah…”
”Saya tidak dapat menyelesaikan tugas sesuai jadwal karena komputer saya mengalami gangguan …”
Perlu anda ketahui, ketika kesalahan telah dibuat, atasan anda sama sekali tidak tertarik dengan pembenaran-pembenaran yang anda buat. Kita mencari pembenaran karena ego kita yang tinggi. Kadang-kadang, hal terbaik yang perlu diucapkan, sangat sederhana : ”Ya, saya telah melakukan kesalahan.”
4.      Pahami Mengapa Kesalahan Tersebut Dapat Terjadi
Kesalahan-kesalahan dapat terjadi karena berbagai macam kesalahan. Untuk mencegah terjadinya kesalahan yang sama dua kali, anda harus memahami akar permasalahannya.
Sebagai contoh, anda seringkali berbicara dengan nada cepat danmarah; sering anda mengeluarkan kata-kata yang kurang baik. Anda harus mencari tahu apa yang menyebabkan anda marah pada saat itu. Mungkin anda merasa sangat lelah atau kepala anda sedang sakit. Jika anda melakukan kesalahan karena anda begitu lelahnya, cobalah untuk tidak tidur sampai larut malam. Jika anda merasa stress, carilah jalan untuk membuat anda relax.
5.      Hindari Mengulang Kesalahan Yang Sama
Anda harus menghindari perasaan bersalah yang terus menerus karena telah berbuat kesalahan, namun pada saat yang sama, anda harus mencari jalan pemecahan dan melakukan tindakan perbaikan. Jika anda mengulang kesalahan yang sama, hal tersebut menunjukkan bahwa anda tidak mengalami suatu kemajuan dan menyebabkan kerugian/penderitaan yang berulang.
Seringkali kesalahan disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Untuk mencegah kesalahan yang sama berulang, anda harus menghapuskan kebiasaan buruk tersebut. Hal ini memang tidak mudah dan membutuhkan usaha ekstra untuk merubah kebiasaan. Bagaimanapun, semakin cepat anda bisa merubah kebiasaan buruk tersebut, semakin cepat anda menghindari melakukan kesalahan yang sama.
6.      Kesalahan Adalah Kesempatan Untuk Belajar
Dari kesalahan-kesalahan yang telah anda buat, tentu saja anda akan semakin berkembang dan bijak. Kesalahan-kesalahan, dalam hubungannya dengan keberanian mengambil resiko, merupakan sesuatu yang krusial untuk kesuksesan anda. Hal yang terpenting adalah melihat kesalahan sebagai batu loncatan untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi dan kehidupan yang lebih baik