Buah manggis dan
delima tentu tidak asing bagi kita. Di antara kita pasti pernah menyantapnya.
Buah manggis rasanya manis. Begitu juga buah delima. Hanya bedanya kalau buah
manggis, manisnya legit sedangkan delima manis biasa. Tapi kalau belum matang
betul, buah delima kadang rasanya asem banget.
Sebetulnya tidak
ada hubungan apa-apa di antara kedua buah tersebut. Hanya saja kebetulan
manggis dan delima dijadikan sebagai simbol pesan moral oleh sebuah kerajaan
Islam di Jawa Tengah.
Delima, siapa yang
memberi nama delima ? Pasti tidak ada yang bisa menjawab. Paling-paling bilang
kalau yang memberi nama delima adalah nenek moyang kita dulu. Benar. Nenek
moyang kita lah yang memberi nama delima. Nenek moyang kita dulu adalah
orang-orang alim dan sholeh dan pandai ilmu agama. Mereka memberi nama delima
agar kita tetap mengingat akan keesaan Allah.
Kenapa bisa
begitu. Sebab di dalam buah delima terdapat pesan tauhid yang cukup mendalam.
Delima, berasal dari kata ’dal’ (huruf hijaiyah yang ke delapan – silakan
hitung barangkali saya salah) dan ’lima’. Artinya, huruf dal yang jumlahnya ada
lima. Surat apa yang jumlah huruf dal-nya ada lima. Yaitu surat Al Ikhlas.
Orang kampung saya sering menyebutnya surat Qul hu. Di dalam surat ini ada lima
huruf dal. Coba dihitung lagi jika kurang yakin.
Semua amal ibadah
yang kita jalankan sehari-hari muaranya adalah mengesakan Allah dan penghambaan
kepada-Nya. Dan itu terkandung di dalam Surat ke-112 ini. Banyak sekali
keutamaan Surat Ikhlas. Salah satunya adalah surat ini mampu menyamai pahala
bacaan satu Alquran penuh sampai khatam. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang
artinya ’membaca surat Ikhlas sebanyak tiga kali, sama seperti membaca Alquran
sampai khatam’. Masing-masing huruf bernilai pahala tentunya.
Dari filosofi buah
manggis dan delima ini, mendorong saya untuk terus mencari hikmah dan filosofi
dari ciptakan Allah di muka bumi ini. Sembari niat beribadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar