Minggu, 25 Desember 2016

Filosofi Buah Manggis dan Delima

Buah manggis dan delima tentu tidak asing bagi kita. Di antara kita pasti pernah menyantapnya. Buah manggis rasanya manis. Begitu juga buah delima. Hanya bedanya kalau buah manggis, manisnya legit sedangkan delima manis biasa. Tapi kalau belum matang betul, buah delima kadang rasanya asem banget.
Sebetulnya tidak ada hubungan apa-apa di antara kedua buah tersebut. Hanya saja kebetulan manggis dan delima dijadikan sebagai simbol pesan moral oleh sebuah kerajaan Islam di Jawa Tengah.
Delima, siapa yang memberi nama delima ? Pasti tidak ada yang bisa menjawab. Paling-paling bilang kalau yang memberi nama delima adalah nenek moyang kita dulu. Benar. Nenek moyang kita lah yang memberi nama delima. Nenek moyang kita dulu adalah orang-orang alim dan sholeh dan pandai ilmu agama. Mereka memberi nama delima agar kita tetap mengingat akan keesaan Allah.
Kenapa bisa begitu. Sebab di dalam buah delima terdapat pesan tauhid yang cukup mendalam. Delima, berasal dari kata ’dal’ (huruf hijaiyah yang ke delapan – silakan hitung barangkali saya salah) dan ’lima’. Artinya, huruf dal yang jumlahnya ada lima. Surat apa yang jumlah huruf dal-nya ada lima. Yaitu surat Al Ikhlas. Orang kampung saya sering menyebutnya surat Qul hu. Di dalam surat ini ada lima huruf dal. Coba dihitung lagi jika kurang yakin.
Semua amal ibadah yang kita jalankan sehari-hari muaranya adalah mengesakan Allah dan penghambaan kepada-Nya. Dan itu terkandung di dalam Surat ke-112 ini. Banyak sekali keutamaan Surat Ikhlas. Salah satunya adalah surat ini mampu menyamai pahala bacaan satu Alquran penuh sampai khatam. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang artinya ’membaca surat Ikhlas sebanyak tiga kali, sama seperti membaca Alquran sampai khatam’. Masing-masing huruf bernilai pahala tentunya.

Dari filosofi buah manggis dan delima ini, mendorong saya untuk terus mencari hikmah dan filosofi dari ciptakan Allah di muka bumi ini. Sembari niat beribadah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar