FILSAFAT EKONOMI ISLAM
Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang
dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan
yang hendak dicapai, misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi,
distribusi, pembangunan ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dsb.
Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat Tuhan,
manusia dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada manusia dengan
Tuhan, alam dan manusia lainnya. Dimensi filsafat ekonomi Islam inilah yang
membedakan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya kapitalisme dan
sosialisme. Filsafat ekonomi yang Islami, memiliki paradigma yang relevan
dengan nilai-nilai logis, etis dan estetis yang Islami yang kemudian
difungsionalkan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia. Dari filsafat ekonomi
ini diturunkan juga nilai-nilai instrumental sebagai perangkat peraturan
permainan (rule of game) suatu
kegiatan.
Dasar syariah membimbing aktivitas ekonomi, sehingga sesuai dengan
kaidah-kaidah syariah. Sedangkan akhlak membimbing aktivitas ekonomi
manusia agar senantiasa mengedepankan moralitas dan etika untuk mencapai
tujuan. Akhlah yang terpancar dari iman akan mebnentuk integritas yang
membentuk good corporate
governance dan market
diciplinyang baik.
Dari fondasi ini muncul 10 prinsip derivatif sebagai pilar
ekonomi Islam Pembahasan komperhensif mengenai prinsip-prinsip ini
selanjutnya akan dijelaskan secara lebih detail di bawah ini:
1. Tauhid
Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Dengan
demikian Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik di
bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Dalam Al-Qur’an disebutkan
bahwa tauhid merupakan filsafat fundamental dari ekonomi Islam. (39 : 38 ).
Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua
ajaran utama dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di
alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki).
Manusia hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk mengelola sumberdaya itu dalam rangka
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia secara adil.
Dalam mengelola sumberdaya itu manusia harus mengikuti aturan Allah
dalam bentuk syariah. Firman Allah, “Kemudian
kami jadikan bagi kamu syariah dalam berbagai urusan, maka ikutilah
syariah itu. Jangan ikuti hawa nafsu orang-orang yang tak mengetahui” (QS:1Al-Jatsiyah
8)
Salah satu contoh praktik ekonomi saat ini yang bertentangan
dengan Tauhid adalah bunga. Bunga (interest) yang memastikan usaha harus
berhasil (untung) bertentangan dengan tauhid. Firman Allah, “Seseorang tidak bisa memastikan berapa
keuntungannya besok”,(Ar-Rum: 41). Padahal setiap usaha mengandung tiga
kemungkinan, yaitu untung, impas atau rugi. Lebih dari itu, tingkat keuntungan
itupun bisa berbeda-beda, bisa besar, sedang atau kecil. Jadi, konsep
bunga benar-benar tidak sesuai dengan syariah, karena bertentangan dengan
prinsip tauhid.
Kedua, Allah menyediakan sumber daya alam sangat
banyak untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia yang berperan sebagai
khalifah, dapat memanfaatkan sumber daya yang banyak itu untuk
kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif teologi Islam, semua sumber daya yang ada,
merupakan nikmat Allah yang tak terhitung ( tak terbatas ) banyaknya,
sebagaimana dalam firmannya “ Dan
jika kamu menghitung – hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak bisa
menghitungnya”. ( QS. 14: 34 )
2. Maslahah
Prinsip kedua dalam ekonomi Islam adalah maslahah. Penempatan prinsip ini
diurutan kedua karena mashlahah merupakan konsep yang paling penting dalam
syariah, sesudah tawhid. Mashlahah adalah tujuan syariah Islam dan menjadi inti
utama syariah Islam itu sendiri.
Secara umum, maslahah diartikan sebagai kebaikan (kesejahtraan)
dunia dan akhirat. Para ahli ushul
fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung
manfaat, kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat, kerusakan dan
mafsadah. (jalb al-naf’y wa daf’
al-dharar). Imam Al-Ghazali menyimpukan, maslahah adalah upaya
mewujudkan dan memelihara lima kebutuhan dasar, yakni agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta.
Al mashlahah sebagai salah satu
model pendekatan dalam ijtihad menjadi sangat vital dalam pengembangan ekonomi
Islam dan siyasah iqtishadiyah(kebijakan
ekonomi). Mashlahah adalah tujuan yang ingin diwujudkan oleh syariat. Mashlahah
merupakan esensi dari kebijakan-kebijakan syariah (siyasah syar`iyyah) dalam merespon dinamika sosial,
politik, dan ekonomi. Maslahah
`ammah (kemaslahatan umum) merupakan landasan muamalah, yaitu
kemaslahatan yang dibingkai secara syar’i,
bukan semata-mata profit
motive dan material
rentability sebagaimana dalam ekonomi konvensional.
3.
Adil
Prinsip adil merupakan pilar penting dalam ekonomi Islam.
Penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al quran sebagai misi utama para Nabi
yang diutus Allah (QS.57:25). Penegakan keadilan ini termasuk keadilan
ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan. Allah yang menurunkan Islam
sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya
adanya keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial.
4. Khilafah
Dalam doktrin Islam, manusia diciptakan Allah untuk menjadi
khalifah (wakil Allah) di muka bumi (QS.2;30, 6:165), 35:39). Manusia telah diberkahi
dengan semua kelengkapan akal, spiritual, dan material yang
memungkinkannya untuk mengemban misinya dengan efektif. Fungsi
kekhalifahan manusia adalah uttuk mengelola alam dan memakmurkan bumi
sesuai dengan ketentuan dan syariah Allah. Dalam mengemban tugasnya sebagai
khalifah ia diberi kebebasan dan juga dapat berfikir serta menalar untuk
memilih antara yang benar dan yang salah, fair dan tidak fair dan mengubah
kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik (Ar-Ra’d : 11).
Berbeda dengan paradigma kapitalisme, konsep khilafah mengangkat
manusia ke status terhormat di dalam alam semesta (QS.17:70). Serta memberikan
arti dan misi bagi kehidupan, baik laki-laki maupun wanita. Arti ini
diberikan oleh keyakinan bahwa mereka tidak diciptakan dengan sia-sia
(QS.3:192, 23:115)., tetapi untuk mengemban sebuah misi. Khalifah berbuat
sesuai ajaran Tuhan dan berfungsi sebagai wakil wakil Tuhan di muka bumi
5. Persaudaraan (ukhuwah)
Al-Quran mengajarkan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia, termasuk dan terutama ukhuwah dalam
perekonomian.[2] Al-Quran
mengatakan, ”Hai manusia,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”.(QS.49:13). ”Kami menjadikan kamu dari diri yang satu”
(QS.4:1)
Ayat-ayat ini menjelaskan persamaan martabat sosial semua umat
manusia di dunia. Kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah, sebagaimana
sabda Nabi Muhammad , ”Semua
manusia adalah ham-hamba Tuhan dan yang paling dicintai disisinya adalah mereka
yang berbuat baik kepada hamba-hambanya”.
6. Kerja dan Produktifitas
Dalam Islam bekerja dinilai sebagai suatu kebaikan, dan
sebaliknya kemalasan dinilai sebagai keburukan. Dalam kepustakaan Islam,
cukup banyak buku-buku yang menjelaskan secara rinci tentang etos kerja dalam
Islam.
Sabda Nabi Saw, “Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah
keluarganya, maka ia adalah mujahid fi Sabillah”(Ahmad)
Dalam hadits Riwayat Thabrani Rasulullah Saw bersabda :
Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa,
ada yang tidak bisa terhapus oleh (pahala) shalat, Sedeqah ataupun haji, namun
hanya dapat ditebus dengan kesungguhan dalam mencari Nafkah
penghidupan(H.R.Thabrani)
7. Kepemilikan
Dalam kapitalisme yang menganut asas laisssez faire, hak pemilikan perorangan adalah absolut, tanpa
batas. Terjaminnya kebebasan memasuki segala macam kegiatan ekonomi dan
transaksi menurut persaingan bebas. Sedangkan dalam marxisme, hak memiliki hanya
untuk kaum proleter yang diwakili oleh kepemimpinan diktator. Distribusi
faktor-faktor produksi dan apa yang harus diproduksi, ditetapkan oleh negara.
Pendapatan kolektif dan distribusi yang kolektif adalah ajaran utama, sedangkan
hubungan-hubungan ekonomi dalam transaksi secara perorangan sangat dibatasi.
Berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme, dalam ekonomi Islam,
pemilikan hakiki hanya pada Allah. (QS. 24:33). Allah adalah pemilik mutlak
(absolut), sedangkan manusia memegang hak milik relatif, artinya manusia
hanyalah sebagai penerima titipan, trustee (pemegang
amanat) yang harus mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Jadi, menurut
ekonomi Islam, penguasaan manusia terhadap sumberdaya, faktor produksi atau
asset produktif hanyalah bersifat titipan dari Allah. Pemilikan manusia
atas harta secara absolut bertentangan dengan tauhid , karena pemilikan
sebenar hanya ada pada Allah semata.
Pandangan ini sangat bertolak belakang dengan paham kapitalisme
yang menganggap harta adalah milik manusia itu sendiri, karena manusia yang
mengusahakannya sendiri. Untuk itu, menurut paham ini, manusia bebas menentukan
cara mendapatkan dan bebas pula memanfaatkannya, tanpa perlu melihat halal
haramnya.
8. Kebebasan dan tanggung Jawab
Prinsip kebebasan dan tanggung jawab dalam ekonomi Islam pertama
kali dirumuskan oleh An-Naqvi. Kedua prinsip tersebut, masing-masing dapat
berdiri sendiri, tetapi doleh beliau kedua prinsip tersebut digabungkan menjadi
satu. Penyatuan ini dilakukan karena kedua prinsip itu memiliki keterkaitan
yang sangat kuat.
Penyatuan ini juga dimaksudkan agar pembaca dengan cepat menangkap
pengertian kebebasan dalam kajian ini, sehingga tidak muncul tanda tanya dan
kerancuan dalam pikiran tentang makna kebebasan dalam persepektif Islam
9. Jaminan Sosial
Penjelasan sebelumnya telah menjelaskan bahwa Islam menuntut
kepada setiap orang yang mampu untuk bekerja dan bersungguh-sungguh dalam
kerjanya, sehingga ia dapat mencukupi dirinya dan keluarganya. Namun demikian,
beberapa anggota masyarakat ada yang tidak mampu bekerja, sehingga mereka
tidak berpenghasilan. Ada juga yang mampu bekerja, tetapi tidak mendapatkan
lapangan kerja sebagai sumber penghasilan mereka dan pemerintah sendiri tidak
mampu untuk mempersiapkan lapangan kerja yang sesuai bagi mereka.
Ada pula yang sebenarnya sudah bekerja, hanya saja pemasukan
mereka belum mencukupi standar yang layak, karena sedikitnya pemasukan (income) atau banyaknya keluarga yang
ditanggung atau mahalnya harga barang atau karena sebab-sebab yang lain. Untuk
mengatasi problem tersebut Islam mengajarkan takaful al-ijtima’iy (jaminan sosial), melalui isntrumen
zakat, infak, sedeqah dan wakaf.
10. Nubuwwah
Prinsip ekonomi Islam yang terakhir adalah nubuwwah yang berarti kenabian. Sifat-sifat
utama yang harus diteladani oleh semua manusia (pelaku bisnis, pemerintah dan
segenap manusia) dari Nabi Muhammad Saw, setidaknya ada empat, yaitu shiddiq,
amanah, tabligh dan fatanah.
a.
Siddiq,
berarti jujur dan benar. Prinsip ini harus melandasi seluruh perilaku ekonomi
manusia, baik produksi, distribusi maupun konsumsi.
b. Amanah, berarti dapat dipercaya, profesinal, kredibiltas
dan bertangunggung jawab. Sifat amanah merupakan karakter utama seorang
pelaku ekonomi syariah dan semua umat manusia. Sifat amanah menduduki posisi
yang paling penting dalam ekonomi dan bisnis.
c.
Tablig, adalah komunikatif, dan
transparan, dana pemasaran yang kontiniu. Para pelaku ekonomi syarah harus
memiliki kemampuan komunikasi yang handal dalam memasarkan ekonomi syariah.
Dalam mengelola perusahaan, para manajemen harus transparan. Demikian
pula dalam melakukan pemasaran, sosialisasi dan edukasi
harus berkesinambungan Dalam melakukan sosialisasi, sebaiknya tidak hanya
mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga harus mampu
mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa perbankan
syariah. Tabligh juga berarti bahwa pengelolaan dana dan keuntungannya harus
dilakukan secara transparan dalam batas – batas yang tidak mengganggu
kerahasiaan bank.
d. Fathonah, berarti kecerdasan dan
intelektualitas fathanah mengharuskan kegiatan ekonomi dan bisnis didasarkan
dengan ilmu, skills, jujur,benar,kredible dan bertanggung jawab dalam
berekonomi dan berbisnis. Para pelaku ekonomi harus cerdas dan kaya wawasan
agar bisnis yang dijalankan efektif dan efisien dan bisa memenasngkan
persaiangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar