Membaca
Sisi Lain Karl Marx
Di
kalangan aktifis kiri, sosok Karl Marx nyaris tanpa kritik bahkan bak seorang
nabi. Ia dipuja bahkan oleh orang-orang yang sama sekali tak mengetahui
dirinya. Para pengikutnya biasanya menilai dia adalah pejuang sejati yang
heroik, dan membela kaum tertindas dan kaum proletar. Akan tetapi pandangan
sebaliknya terpapar dalam buku The Intelectual, karya Paul Johnson.
Dalam
buku tersebut, Karl Marx ditampilkan sebagai sosok pemarah yang tidak mampu
mengatur kehidupannya. Ketika kuliah, Marx menghabiskan uang kiriman ayahnya –
walaupun sang Ayah berkeluh kesah kehabisan uang. Marx malah selalu minta jatah
lebih. Jasa sang Ayah yang mati-matian membiayai kuliah ternyata tak terbalas
kebaikan. Ketika Ayahnya meninggal dunia,
ia tak sudi menghadiri pemakaman Ayahnya tersebut.
Sang
Ayah meninggal, giliran Ibu mendapat perlakuan tidak terpuji. Ia menimpakan
semua tagihan biaya hidupnya pada sang Ibu yang sudah menjanda. Marx sebenarnya
adalah seorang penganggur. Ini amat bertentangan dangan teori materialismenya.
Ia bahkan tak pernah serius mencari kerja. Sampai akhirnya ia bekerja di
perusahaan penerbitan atas jasa Moses Hess – yang mengagumi pemikiran Marx.
Namun hidupnya terlunta-lunta. Kehidupannya bahkan ditanggung oleh sahabatnya
Friedrich Engels ketika ia dalam buangan di Inggris.
Karya
monumentalnya pun – Des Kapital – sebenarnya sebagian besar jilidnya
diselesaikan oleh Engels, terutama tentang teori-teori sosial dan ekonominya.
Dalam buku The Intelectual juga digambarkan Marx adalah sosok yang
tempramental, pemabuk dan perokok berat. Istrinya merasa tidak nyaman ketika
Marx berlebihan minum dan merokok, rumah dan kamarnya amat kotor. Istrinya juga
pernah mendapat perlakuan yang kejam – yang mengakibatkan Marx dipanggil
polisi. Gaya hidupnya juga tidak teratur, jarang mandi, tidak bisa mengatur
dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar