A. SEJARAH
PEMIKIRAN IBNU SINA
1. Biografi
dan Karyanya
Ibnu
Sina lahir pada tahun 340 H / 980 M, di suatu daerah bernama Afsyana, di
wilayah Bukhara. Sejak berumur sepuluh tahun ia sudah menhafal Al-Qur’an,
belajar ilmu-ilmu agama dan astronomi. Kemudian ia belajar matematika, fisika,
logika dan ilmu metafisika. Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada
seorang yang beragama Kristen bernama Isa bin Yahya.
Belum
lebih dari umur enam belas tahun, Ibnu Sina sudah terkenal kemahirannya dalam
ilmu kedokteran, bukan hanya dalam konsep masalah kedokteran, namun ia juga
piawai dalam mengobati orang-orang yang sakit. Sebagai bukti dari
kepiawaiannya, suatu ketika ketika usianya mencapai tujuh belas tahun, Nuh bin
Mansur, penguasa daerah Bukhara menderita sakit yang tidak bisa disembuhkan
oleh para dokter pada masanya, namun setelah Ibnu Sina mengobatinya ia menjadi
sembuh. Akibat dari semua itu Ibnu Sina mendapat sambutan yang baik sekali dan
mendapatkan kesempatan mengunjungi perpustakaannya yang penuh dengan buku-buku
yang sulit didapat.
Setelah
berumur dua puluh tahun, ayahnya meninggal dunia, lalu ia meninggalkan Bukhara
menuju daerah Jurjan, dan dari sini ia pergi menuju Khawarazm. di wilayah
Jurjan ia mengarang dan mengajar, namun di daerah ini ia tidak tinggal lama
disebabkan terjadinya kekacauan politik. Setelah itu ia berpindah pindah dari
satu negeri ke negeri lainnya hingga akhirnya ia sampai di daerah Hamadzan.
Hingga pada tahun 428 H / 1037 M, ia meninggal di daerah Hamadzan pada usia 58
tahun.
Sebelum
meninggal dunia, Ibnu Sina banyak meninggalkan karya-karya di antaranya:
a. Ash-Shifa,
sebuah buku filsafat yang terbesar dan terpenting dari Ibnu Sina yang terdiri
dari empat bagian yaitu logika, fisika, matematika dan metafisika.
b. An-Najat,
buku ringkasan dari buku ash-shifa, dan pernah diterbitkan secara bersama-sama
dengan buku al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada
tahun 1331 M di Mesir.
c. Al-Isharat
wa al-Tanbihat, Buku ini merupakan buku terakhir dan yang paling baik, pernah
diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya di terjemahkan ke
dalam bahasa Perancis, kemudian diterbitkan di Kairo pada tahun 1947 di bawah
asuhan Dr.Sulaiman Dunia.
d. Al-Hikmah
al-Mashriqiyyah, buku ini sedikit memuat logika, dan ada yang menyatakan bahwa
isi buku memuat masalah tasawwuf, namun menurut Carlos Nallino, di dalamnya
berisi filsafat timur sebagai perimbangan dari filsafat barat.
e. Al-Qanun, atau Canon of Medicine menurut
penyebutan orang-orang barat. Buku ini pernah diterjemahkan ke dalambahasa
Latin sekaligus menjadi buku standard bagi universitas-universitas Eropa hingga
akhir abad ketujuh belas Masehi. Buku ini pernah diterbitkan di Roma tahun 1953
M, dan di India tahun 1323 H.
Dalam
laporan Abd al-Amir, Ibnu Sina meninggalkan 276 buku, namun secara detail tidak
disebutkan. Namun dari sekian bukunya yang masih ada menurut laporan Badawi
berkisar 17 buah
2. Pandangan
Ibnu Sina tentang Masalah Metafisika
Pada
pembahasan menyangkut masalah metafisika, gagasan filsafat Ibnu Sina tidak jauh
berbeda dari Al-Farabi. Ia juga berupaya mengintegrasikan antara konsep Islam
dengan rumusan filsafat. Dimana masing-masing sesungguhnya merupakan perpaduan
antara filsafat Plato, Aristoteles dan Neo-Platonisme. Dalam penjelasannya
mengenai wujud pertama ia juga menggunakan dasar argumentasi Al-Farabi dengan
membagi eksistensi wujud menjadi dua bagian, yaitu wajib al wujud dengan mumkin
al-wujud. Begitu juga ketika menjelaskan tentang proses kejadian alam semesta,
ia juga menggunakan teori emanasi nya Al-Farabi, hal itu Nampak dari
pernyataannya sebagaimana yang dikutip oleh Moh.Maghfur: “Saya benar-benar
telah memperkenalkan, bahwa Allah yang maha tinggi telah menciptakan akal
pertama, kemudian melaluinya diciptakan akal lain dan bintang, dan melalui akal
lain diciptakan akal ketiga dan bintang ketiga berdasarkan urut-urutan yang
telah kami sebutkan.”
Mengenai
pendapat Ibnu Sina tentang masalah jiwa. Ia membagi jiwa menjadi tiga macam:
pertama, jiwa tumbuh-tumbuhan, yaitu kesempurnaan yang sangat dibutuhkan oleh
makhluk hidup dan dengannya makhluk hidup bisa berkembang biak, bertambah dan
makan. Jiwa tumbuh-tumbuhan menurutnya memiliki tiga kekuatan yaitu kekuatan
penyerap makanan, kekuatan pertumbuhan dan kekuatan untuk berkembang biak.
Kedua, Jiwa binatang, yaitu jiwa yang berfungsi untuk melengkapi kesempurnaan
bagi seluruh manusia dan dengan jiwa ini ia dapat bergerak dan berfikir. Jiwa
binatang ini menurutnya memiliki dua kekuatan yaitu kekuatan gerak dan kekuatan
berfikir. Kekuatan gerak juga memiliki dua macam yakni gerak pendorong untuk
memberikan motivasi dan melaksanakannya dan kedua adalah gerak berdasarkan
kekuatan emosional, yaitu kekuatan yang membangkitkan keinginan untuk mencapai
sesuatu yang di khayalkan atau kekuatan untuk menghindari sesuatu yang
berbahaya. Sedangkan jiwa ketiga adalah jiwa kemanusiaan, yaitu jiwa
kesempurnaan manusia yang dapat berbuat dan di dorong oleh akalnya, meneliti,
membanding dan mengambil kesimpulan. Dan dengan jiwa itu pula ia dapat
menemukan suatu pemikiran atau ide yang hanya dapat ditemui akal. Jiwa berpikir
manusia menurutnya dapat dibagi menjadi kekuatan mengetahui dan kekuatan untuk
berbuat.
Menurut
Ibnu Sina, jiwa manusia bersifat abadi setelah diciptakan. Ia menyebutkan bahwa
jiwa termasuk ciptaan yang sama dengan tubuh, namun ia tetap ada sekalipun
tubuhnya musnah.
3. Studi
Kritis terhadap Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
Berdasarkan
uraian tentang pemikiran Ibnu Sina yang telah dikemukakan di atas, ada beberapa
catatan kritis yang dapat diungkapkan di antaranya:
a. Pandangan
Ibnu Sina mengenai proses kejadian alam semesta yang disebutkan berdasarkan
teori emanasi sebagaimana Al-Farabi, menunjukkan ketidak jelasan tentang
definisi akal berikut batasan-batasannya. Hingga apa yang digagas sesungguhnya
merupakan hal yang berada diluar penalaran. Ketidak jelasan pengertian akal
disini juga nampak ketika ia menyebutkan bahwa kekuatan pikir manusia adalah
termasuk bagian dari jiwa kemanusiaan. Padahal jika kita amati berdasarkan
metode penginderaan, akal manusia baru berfungsi jika memenuhi empat komponen
yaitu otak, panca indera, fakta terindera / kesan fakta dan juga informasi
sebelumnya yang berguna untuk mengidentifikasi fakta yang di amati. Dari
komponen akal tersebut ternyata melibatkan factor lain diluar tubuh manusia berupa
sesuatu yang yang bersifat materi, demikian juga halnya otak yang berupa materi
yang melekat dalam diri manusia. Sementara Ibnu Sina mengungkapkan bahwa jiwa
bukan materi dan sekaligus tidak melekat pada materi.
b. Sedangkan
gagasannya mengenai macam-macam jiwa yang disebutkan menjadi tiga macam yaitu
jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa kebinatangan dan jiwa kemanusiaan. Ia menyebutkan
bahwa kekuatan penggerak dalam diri manusia untuk menginginkan sesuatu atau
menghindar dari sesuatu yang berbahaya adalah bagian dari jiwa kebinatangan.
Menurut hemat penulis, gagasan tersebut adalah ketidak jelasan dalam memahami
potensi kehidupan manusia. Hal ini diakibatkan karena ia membangun pemikirannya
tidak didasarkan pada pemikiran rasional dengan komponen-komponen yang disebutkan
oleh penulis sebelumnya. Namun di dasarkan pada gagasan spekulatif karena
keterpengaruhannya dengan filsafat Yunani.
Potensi
kehidupan manusia yang menyebabkan manusia bergerak dan melakukan tindakan
menurut Muhammad Muhammad Ismail adalah terdiri dari dua macam, pertama adalah
kebutuhan jasmani dan kedua adalah kebutuhan naluri. Kebutuhan jasmani
mendorong manusia melakukan tindakan untuk memenuhinya seperti makan, minum dan
lain sebagainya. Kebutuhan jasmani ini tuntutannya bersifat pasti, karena jika
tidak terpenuhi bisa mengakibatkan kematian atau kerusakan tubuh. Sedangkan
potensi kebutuhan naluri yang ada manusia mendorongnya untuk melakukan berbagai
tindakan dalam rangka memenuhi tuntutannya, kendati pada kebutuhan naluri ini,
tuntutannya tidak bersifat pasti karena jika tidak terpenuhi tidak sampai
mengakibatkan kematian sebagaimana kebutuhan jasmani. Namun hanya mengakibatkan
kegelisahan dan kegundahan. Kebutuhan naluri ini semisal naluri beragama yang
mendorong manusia melakukan penyembahan terhadap zat yang dianggap dapat
melindungi dirinya. Atau naluri mempertahankan diri semisal perasaan berani,
takut, ingin dihargai atau dihormati, keinginan berkuasa dan lain sebagainya.
Atau juga naluri melestarikan jenis semisal kecenderungan kepada lawan jenis,
perasaan cinta sesama dan lain sebagainya.
Sedangkan
apa yang digagas oleh Ibnu sina bahwa yang menggerakkan manusia untuk berbuat
adalah jiwa kebinatangan yang ada pada manusia adalah sesuatu yang abstrak dan
tidak dapat di amati keberadaannya, disamping itu jiwa atau nafs yang
sebagiannya disebutkan di dalam Alqur’an belum ada keterangan yang pasti
mengenai pengertiannya karena maknanya bersifat mushtarok. Ada juga yang
mengatakan bahwa jiwa yang dimaksud dalam Al-Qur’an adalah ruh, dimana hakekat dan
maknanya juga masih samar, ruh ada yang bermakna wahyu, ada yang bermakna
malaikat Jibril, dan ada yang bermakna rahasia kehidupan (nyawa).
Pandangan Ibnu Sina
tentang keabadian jiwa setelah diciptakan juga merupakan gagasan imajinatif
yang tidak dapat dibuktikan. Dan hal itu bertentangan dengan informasi yang
disampaikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an
bahwa segala sesuatu selain Allah adalah pasti binasa dan hancur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar