Rabu, 21 Desember 2016

SEJARAH PEMIKIRAN IBNU SINA

A.    SEJARAH PEMIKIRAN IBNU SINA
1.     Biografi dan Karyanya
Ibnu Sina lahir pada tahun 340 H / 980 M, di suatu daerah bernama Afsyana, di wilayah Bukhara. Sejak berumur sepuluh tahun ia sudah menhafal Al-Qur’an, belajar ilmu-ilmu agama dan astronomi. Kemudian ia belajar matematika, fisika, logika dan ilmu metafisika. Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada seorang yang beragama Kristen bernama Isa bin Yahya.
Belum lebih dari umur enam belas tahun, Ibnu Sina sudah terkenal kemahirannya dalam ilmu kedokteran, bukan hanya dalam konsep masalah kedokteran, namun ia juga piawai dalam mengobati orang-orang yang sakit. Sebagai bukti dari kepiawaiannya, suatu ketika ketika usianya mencapai tujuh belas tahun, Nuh bin Mansur, penguasa daerah Bukhara menderita sakit yang tidak bisa disembuhkan oleh para dokter pada masanya, namun setelah Ibnu Sina mengobatinya ia menjadi sembuh. Akibat dari semua itu Ibnu Sina mendapat sambutan yang baik sekali dan mendapatkan kesempatan mengunjungi perpustakaannya yang penuh dengan buku-buku yang sulit didapat.
Setelah berumur dua puluh tahun, ayahnya meninggal dunia, lalu ia meninggalkan Bukhara menuju daerah Jurjan, dan dari sini ia pergi menuju Khawarazm. di wilayah Jurjan ia mengarang dan mengajar, namun di daerah ini ia tidak tinggal lama disebabkan terjadinya kekacauan politik. Setelah itu ia berpindah pindah dari satu negeri ke negeri lainnya hingga akhirnya ia sampai di daerah Hamadzan. Hingga pada tahun 428 H / 1037 M, ia meninggal di daerah Hamadzan pada usia 58 tahun.
Sebelum meninggal dunia, Ibnu Sina banyak meninggalkan karya-karya di antaranya:
a.      Ash-Shifa, sebuah buku filsafat yang terbesar dan terpenting dari Ibnu Sina yang terdiri dari empat bagian yaitu logika, fisika, matematika dan metafisika.
b.     An-Najat, buku ringkasan dari buku ash-shifa, dan pernah diterbitkan secara bersama-sama dengan buku al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.
c.      Al-Isharat wa al-Tanbihat, Buku ini merupakan buku terakhir dan yang paling baik, pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya di terjemahkan ke dalam bahasa Perancis, kemudian diterbitkan di Kairo pada tahun 1947 di bawah asuhan Dr.Sulaiman Dunia.
d.     Al-Hikmah al-Mashriqiyyah, buku ini sedikit memuat logika, dan ada yang menyatakan bahwa isi buku memuat masalah tasawwuf, namun menurut Carlos Nallino, di dalamnya berisi filsafat timur sebagai perimbangan dari filsafat barat.
e.       Al-Qanun, atau Canon of Medicine menurut penyebutan orang-orang barat. Buku ini pernah diterjemahkan ke dalambahasa Latin sekaligus menjadi buku standard bagi universitas-universitas Eropa hingga akhir abad ketujuh belas Masehi. Buku ini pernah diterbitkan di Roma tahun 1953 M, dan di India tahun 1323 H.
Dalam laporan Abd al-Amir, Ibnu Sina meninggalkan 276 buku, namun secara detail tidak disebutkan. Namun dari sekian bukunya yang masih ada menurut laporan Badawi berkisar 17 buah
2.     Pandangan Ibnu Sina tentang Masalah Metafisika
Pada pembahasan menyangkut masalah metafisika, gagasan filsafat Ibnu Sina tidak jauh berbeda dari Al-Farabi. Ia juga berupaya mengintegrasikan antara konsep Islam dengan rumusan filsafat. Dimana masing-masing sesungguhnya merupakan perpaduan antara filsafat Plato, Aristoteles dan Neo-Platonisme. Dalam penjelasannya mengenai wujud pertama ia juga menggunakan dasar argumentasi Al-Farabi dengan membagi eksistensi wujud menjadi dua bagian, yaitu wajib al wujud dengan mumkin al-wujud. Begitu juga ketika menjelaskan tentang proses kejadian alam semesta, ia juga menggunakan teori emanasi nya Al-Farabi, hal itu Nampak dari pernyataannya sebagaimana yang dikutip oleh Moh.Maghfur: “Saya benar-benar telah memperkenalkan, bahwa Allah yang maha tinggi telah menciptakan akal pertama, kemudian melaluinya diciptakan akal lain dan bintang, dan melalui akal lain diciptakan akal ketiga dan bintang ketiga berdasarkan urut-urutan yang telah kami sebutkan.”
Mengenai pendapat Ibnu Sina tentang masalah jiwa. Ia membagi jiwa menjadi tiga macam: pertama, jiwa tumbuh-tumbuhan, yaitu kesempurnaan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup dan dengannya makhluk hidup bisa berkembang biak, bertambah dan makan. Jiwa tumbuh-tumbuhan menurutnya memiliki tiga kekuatan yaitu kekuatan penyerap makanan, kekuatan pertumbuhan dan kekuatan untuk berkembang biak. Kedua, Jiwa binatang, yaitu jiwa yang berfungsi untuk melengkapi kesempurnaan bagi seluruh manusia dan dengan jiwa ini ia dapat bergerak dan berfikir. Jiwa binatang ini menurutnya memiliki dua kekuatan yaitu kekuatan gerak dan kekuatan berfikir. Kekuatan gerak juga memiliki dua macam yakni gerak pendorong untuk memberikan motivasi dan melaksanakannya dan kedua adalah gerak berdasarkan kekuatan emosional, yaitu kekuatan yang membangkitkan keinginan untuk mencapai sesuatu yang di khayalkan atau kekuatan untuk menghindari sesuatu yang berbahaya. Sedangkan jiwa ketiga adalah jiwa kemanusiaan, yaitu jiwa kesempurnaan manusia yang dapat berbuat dan di dorong oleh akalnya, meneliti, membanding dan mengambil kesimpulan. Dan dengan jiwa itu pula ia dapat menemukan suatu pemikiran atau ide yang hanya dapat ditemui akal. Jiwa berpikir manusia menurutnya dapat dibagi menjadi kekuatan mengetahui dan kekuatan untuk berbuat.
Menurut Ibnu Sina, jiwa manusia bersifat abadi setelah diciptakan. Ia menyebutkan bahwa jiwa termasuk ciptaan yang sama dengan tubuh, namun ia tetap ada sekalipun tubuhnya musnah.
3.     Studi Kritis terhadap Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
Berdasarkan uraian tentang pemikiran Ibnu Sina yang telah dikemukakan di atas, ada beberapa catatan kritis yang dapat diungkapkan di antaranya:
a.      Pandangan Ibnu Sina mengenai proses kejadian alam semesta yang disebutkan berdasarkan teori emanasi sebagaimana Al-Farabi, menunjukkan ketidak jelasan tentang definisi akal berikut batasan-batasannya. Hingga apa yang digagas sesungguhnya merupakan hal yang berada diluar penalaran. Ketidak jelasan pengertian akal disini juga nampak ketika ia menyebutkan bahwa kekuatan pikir manusia adalah termasuk bagian dari jiwa kemanusiaan. Padahal jika kita amati berdasarkan metode penginderaan, akal manusia baru berfungsi jika memenuhi empat komponen yaitu otak, panca indera, fakta terindera / kesan fakta dan juga informasi sebelumnya yang berguna untuk mengidentifikasi fakta yang di amati. Dari komponen akal tersebut ternyata melibatkan factor lain diluar tubuh manusia berupa sesuatu yang yang bersifat materi, demikian juga halnya otak yang berupa materi yang melekat dalam diri manusia. Sementara Ibnu Sina mengungkapkan bahwa jiwa bukan materi dan sekaligus tidak melekat pada materi.
b.     Sedangkan gagasannya mengenai macam-macam jiwa yang disebutkan menjadi tiga macam yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa kebinatangan dan jiwa kemanusiaan. Ia menyebutkan bahwa kekuatan penggerak dalam diri manusia untuk menginginkan sesuatu atau menghindar dari sesuatu yang berbahaya adalah bagian dari jiwa kebinatangan. Menurut hemat penulis, gagasan tersebut adalah ketidak jelasan dalam memahami potensi kehidupan manusia. Hal ini diakibatkan karena ia membangun pemikirannya tidak didasarkan pada pemikiran rasional dengan komponen-komponen yang disebutkan oleh penulis sebelumnya. Namun di dasarkan pada gagasan spekulatif karena keterpengaruhannya dengan filsafat Yunani.
Potensi kehidupan manusia yang menyebabkan manusia bergerak dan melakukan tindakan menurut Muhammad Muhammad Ismail adalah terdiri dari dua macam, pertama adalah kebutuhan jasmani dan kedua adalah kebutuhan naluri. Kebutuhan jasmani mendorong manusia melakukan tindakan untuk memenuhinya seperti makan, minum dan lain sebagainya. Kebutuhan jasmani ini tuntutannya bersifat pasti, karena jika tidak terpenuhi bisa mengakibatkan kematian atau kerusakan tubuh. Sedangkan potensi kebutuhan naluri yang ada manusia mendorongnya untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka memenuhi tuntutannya, kendati pada kebutuhan naluri ini, tuntutannya tidak bersifat pasti karena jika tidak terpenuhi tidak sampai mengakibatkan kematian sebagaimana kebutuhan jasmani. Namun hanya mengakibatkan kegelisahan dan kegundahan. Kebutuhan naluri ini semisal naluri beragama yang mendorong manusia melakukan penyembahan terhadap zat yang dianggap dapat melindungi dirinya. Atau naluri mempertahankan diri semisal perasaan berani, takut, ingin dihargai atau dihormati, keinginan berkuasa dan lain sebagainya. Atau juga naluri melestarikan jenis semisal kecenderungan kepada lawan jenis, perasaan cinta sesama dan lain sebagainya.
Sedangkan apa yang digagas oleh Ibnu sina bahwa yang menggerakkan manusia untuk berbuat adalah jiwa kebinatangan yang ada pada manusia adalah sesuatu yang abstrak dan tidak dapat di amati keberadaannya, disamping itu jiwa atau nafs yang sebagiannya disebutkan di dalam Alqur’an belum ada keterangan yang pasti mengenai pengertiannya karena maknanya bersifat mushtarok. Ada juga yang mengatakan bahwa jiwa yang dimaksud dalam Al-Qur’an adalah ruh, dimana hakekat dan maknanya juga masih samar, ruh ada yang bermakna wahyu, ada yang bermakna malaikat Jibril, dan ada yang bermakna rahasia kehidupan (nyawa).

Pandangan Ibnu Sina tentang keabadian jiwa setelah diciptakan juga merupakan gagasan imajinatif yang tidak dapat dibuktikan. Dan hal itu bertentangan dengan informasi yang disampaikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an  bahwa segala sesuatu selain Allah adalah pasti binasa dan hancur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar