Diantara murid – muridnya
Socrates, ada tiga orang yang megaku meneruskan pelajarannya, yaitu Euklides,
Antisthenes, dan Aristippos. Sebenarnya, mereka hanya mengemukankan sebagian
atau sedikit dari ajaran Socrates. Itupun diajarkan menurut paham merekan
sendiri yang dicampur dengan pandangan filsafat lain yang sudah mereka pelajari
lebih dahulu.
1. Euklides mengajarkan
filsafatnya dikota magara, sebelum belajar pada Socrates, ia telah mempelajari
filsafat Elea, terutama ajaran perminides yang mengatakan bahwa “ yang ada itu
ada, satu tidak berubah ubah.”. pendapat ini disatukannya dengan etik Socrates.
Lalu diajarkannya: yang satu itu baik. Hanya orang sering menyebut orang yang
satu itu denga berbagai nama: tuhan, akal dan lainnya. Lawan yang satu itu
tiada. Yang baik selalu ada, tidak berubah.
Cara Euklides mempertahankan pendapatnya banyak sekali
menyerupai dalil – dalil yang dikemukakan oleh Zeno, dari filosofi Elea.
Filosof euklides ini tidak sama dengan Euklides ahli matematik, yang hidup kira
– kira 100 tahun kemudian.
2. Anthisthenes mula – mula adalah murid guru
sofi Gorgias. Kemudian, dia menjadi pengikut Socrates, sesudah Socrates
meninggal, ia membuka sekolah filsafat Di Athena dan diberi nama Gymnasium
Kynusrges. Oleh sebab itu, ajaranya sering disebut filsafata dari mazhab kynia.
Menurut ajaran Anthishenes, budi adalah satu – satunya
yang baik. Diluar itu tidak perlu kesenangan hidup. Mencari kesenangan sebagai
tujuan adalah perbuatan yang salah. Budi
adalah segala rasa cukup. Budi hanya satu dan dapat dipelajari. Siapa yang
memiliki budi itu, ia tidak akan kehilangan lagi; untuk memiliki budi itu orang
tidak perlu mempunyai kepintaran atau ilmu selain dari pandai menguasai diri
cara Socrates.
3. Aristippos mengajarkan filosofinya di Kyrena.
Mula – mula, ia belajar pada guru – guru sofis, kemudian menjadi murid
Socrates. Dalam ajaranya, ia sangat jauh menyimpang dari Socrates. Menurut
pendapatnya, kesenangan hidup harus menjadian tujuan. Oleh sebab itu, ajaranya
di sebut Hedonisme. Hanya saja, kesenganan hidup itu harus dicapai denga
pertimbangan yang tepat, tidak boleh serampangan. Akal harus di pakai untuk
menggunakan kesempatan yang ada.
Sungguhpun Euklides, Anthisthenes dan Aristippos masing –
masing mendirikan sekoalah Socrates sebagai tanda cinta kepada gurunya, mereka
bukanlah pengikut Socrates yang paling setia terhadap ajaranya. Murid Socrates
yang mengadopsi filsafat yang Socrates paling mendalam adalah Flato. ( Muhammad
Hatta, 1988 ; 84 – 86)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar