Aliran Neoplatonisme
mempunyai tiga fase, yaitu:
1. Fase
aliran Plotinus dan muridnya, porphyrius;
2. Fase
sirian dari lamblichus;
3. Fase
aliran Athena dari Plutarch dan proches. (Hanafi, 1991:32)
Plotinus adalah tokoh yang terpenting. Ia
mendasarkan filsafatnya atas dua dialektika (dua jalan), yaitu:
· Dialektika
menurun,
· Dialektika
menarik.
Dialektka
menurun digunakan untuk menjelaskan wujud tertinggi (the Wighest Being, atau the
first, atau At-Tabiatul-ula atau Al-Wujudul Awwal) dan cara keluarnya alam dari-Nya.
Dengan
penjelsan wujud tertinggi itu, Plotinus terkenal dengan teorinya yang esa atau Esanya Plotinus. Dengan penjelasan kedua, yaitu keluarnya alam dari
yang Esa. Ia sampai pada kesimpulan
bahwa semua wujud, termasuk didalamnya wujud pertama (Tuhan), merupakan
rangkaian mata rantai yang kuat erat, dan terkenal dengan istilah kesatuan
wujud (windatul-wujud). (Ahmad
Syadali, 152) dialektika menarik dipakai untuk menjelaskan soal-soal akhlah dan
jiwa dengan maksud untuk menentukan kebahagian manusia.
Demikian,
corak mistik dan agama pada filsafat Plotinus. Filsafat mistik tersebut
kemudian dimasukan kedalam ajaran-ajaran agama masehi oleh ST.Augustinus dan
Dionysius. Ajaran Plotinus yang menganggap bahwa ada itu hakikatnya hanya satu
jalan ialah bahwa tuhan dan lain-lainya hakikatnya sama, disebut pantheisme.
Pada
akhir masa kuno, neoplatonisme merupakan aliran intelektual yang dominan
diseluruh wilayah hellenistik, hingga seakan-akan Neoplatonisme bersaing dengan
pandangan dunia yang berdasarkan agama Kristen. Porphyrius (232-301 M) murid
Plotinus menulis suatu karya yang dengan tajam menyerang agama Kristen.
Namun,
pada tahun 259 M, Kaisar Justianus dari Byzantium perlindungan agama Kristen
menutup setiap sekolah filsafat yunani di Athena. Peristiwa itu dianggap
sebagai akhir masa Yunani Purba. (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 152)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar