A.
Pengertian
Filsafat
Secara etimologis filsafat dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Yunani ; philosophia.
Yang terdiri dari kata philen =
mencintai, philis =
cinta dan sophia =
kebijaksanaan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Jadi kata majemuk “philosophia” berarti “daya upaya pemikiran dan renungan manusia
untuk mencari kebenaran aTau kebijaksanaan”. Menurut Prof. Dr. Muhammad Yamin,
bahwa pengertian Yunani “philosophos” itu mula-mula muncul untuk menandingi
kata “sophos” yang
berarti “Si tahu” atau “Si pandai” yang merasa dirinya telah memiliki kebenaran
dalam genggamannya. Sedangkan philo-sophos dalam
segala kerendahan hati hanya mencari dan mencintai yang masih terus bergerak
dalam perjalanan, bagaikan musafir setia berjalan terus menuju ke arah
kebenaran sejati. Adapun makna kedua dari pengertian filsafat adalah usaha
pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan kalbunya secara sungguh-sungguh,
yakni secara sistematis, fundamental, universal, integral, dan radikal untuk
mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, kebenaran, dan
kearifan) (Ismaun, 2010 : 2-4).
Dari pengertian ini, orang dapat memahami bahwa tujuan
filsafat, pada mulanya adalah mulia. Yakni, memuat orang cinta kebijaksanaan,
dan seterusnya menjadi bijaksana. Filsafat merupakan hasil pemikiran yang
didasarkan pada rasio (akal), dan karena rasio (akal) adalah anugerah Allah,
maka capaiannya kadang-kadang bisa benar. Tetapi, karena ia bukan wahyu, maka
akal pun bisa keliru. sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu lain, produk filsafat
tidak semuanya baik, tetapi ada yang buruk. Sisi buruknya bisa sangat
berbahaya. Sebab filsafat berbicara tentang berbagai persoalan penting, antara
lain tentang manusia, agama, dan Tuhan. Liberalisame, Ateisme, Marxisme,
Komunisme, adalah sekadar beberapa contoh produk filsafat yang “dinilai”
bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian, beberapa pemikiran filsafat
memang dapat membahayakan akidah, khususnya akidah orang awam.
Adapun
bidang kajian filsafat adalah (Ismaun, 2010: 7-8):
1. Ontologis ialah bidang filsafat yang
menyelidiki jenis dan hakikat ada, yang bersumber dari pengalaman manusia
melalui pancaindera.
2. Epistemologis ialah bidang filsafat
yang menyelidiki sumber, syarat, dan proses terjadinya ilmu pengetahuan, berupa
gabungan logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis.
3. Axiologis ialah bidang filsafat yang
menyelidiki pengertian, jenis, tingkat, sumber, dan hakikat nilai secara
kesemestaan, dalam artian kemaslahatan, kebaikan, dan kemanfaatan bagi manusia.
B. Filsafat
Pendidikan
Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk
mengembangkan semua aspek kepribadian manusia yang mencakup pengetahuan, nilai,
sikap, dan keterampilannya. Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan
mendidikan, mengajar, dan melatih yang di dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional mencakup kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
latihan. Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan,
dan keterampilan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan
proses pendidikan, antara lain:
1. adanya hubungan edukatif yang baik
antara guru dan peserta didik,
2. adanya metode pendidikan yang
sesuai,
3. adanya sarana dan perlengkapan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, dan
4. adanya suasana yang mendukung
pembelajaran.
C. Objek dan
Status Filsafat Ilmu Pendidikan
Istilah filsafat ilmu pendidikan ditemukan dalam karangan B.
Othanel Smith, yang berjudul Philosophy
of Educational. Menurut Smith, dewasa ini studi filosofis tentang ilmu
pendidikan baru merupakan tingkat permulaan yang diawali dengan analisis kritis
terhadap konsep-konsep psikologi pendidikan. Secara lebih konseptual, filsafat
ilmu pendidikan dapat dibatasi sebagai analisis kritis komprehensif tentang
pendidikan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang dihasilkan melalui
riset, baik kuantitatif maupun kualitatif. Apabila ditinjau dari filsafat
pendidikan sebagai filsafat khusus, maka filsafat ilmu pendidikan merupakan
bagian dari filsafat pendidikan yang menyelidiki pendidikan sebagai ilmu.
D. Substansi
dan Struktur Ilmu Pendidikan
Lenzen meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk
substansinya, sebagai pengetahuan sistematis yang dihasilkan dari kegiatan
kritis yang tertuju pada penemuan. Ditinjau dari substansi atau isinya, ilmu
pendidikan merupakan sebuah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang
diperoleh melalui riset. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa organisasi isi
ilmu pendidikan, sebagai sebuah sistem konsep terbentuk dari unsur-unsur yang
berupa konsep tentang variabel-variabel pendidikan dan bagian-bagian yang
berupa skema konseptual tentang komponen pendidikan.
Model-model teoretis adalah seperangkat konsep-konsep yang
saling berkaitan erat yang membentuk sebuah pandangan tentang kehidupan. Dengan
demikian, berkembanglah berbagai teori substansif tentang metode mengajar.
Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1. metode ceramah dari kaum Sofis,
2. metode dialektik dari Socrates,
3. metode scholastisism,
4. metode pengamatan alami, dan
5. metode langkah-langkah formal
mengajar dari Herbart.
Sebuah teori pendidikan adalah sebuah pandangan atau
serangkaian pendapat ihwal pendidikan yang disajikan dalam bentuk sebuah sistem
konsep. Apabila ditinjau dari segi keluasannya, menurut TW Moore, teori
pendidikan dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu teori-teori umum
pendidikan dan teori-teori khusus pendidikan. Apabila ditinjau dari segi tujuan
penyajiannya, teori-teori pendidikan dapat dibedakan dalam dua kelompok juga,
yaitu teori-teori pendidikan preskriptif dan teori-teori pendidikan deskriptif.
Setiap filsafat pendidikan bertujuan mengemukakan sebuah
sistem konsep keseluruhan ihwal pendidikan yang terbaik menurut pandangan atau
aliran tertentu. Setiap cabang ilmu pendidikan bertujuan menggambarkan apa
adanya keadaan empirik sebuah aspek yang menjadi ihwal pendidikan secara
sistematis dan cermat argumentatif.
E. Status
Ilmu Pendidikan
Konsep-konsep pendidikan yang menjadi unsur isi ilmu
pendidikan mempunyai dua fungsi. Informasi adalah sekelompok konsep yang
berfungsi menggambarkan atau menyimpulkan fakta tentang gejala-gejala yang
berkenaan dengan ihwal pendidikan. Herbert Spencer sebagai filosof, bukan saja
sebagai seorang filosof ilmu, tetapi juga sebagai seorang filosof pendidikan.
Spencer membedakan pengetahuan manusia dalam tiga tingkatan, yaitu pengetahuan
umum, pengetahuan yang tersusun rapi, dan pengetahuan yang tersusun rapi secara
lengkap menjadi sebuah sistem yang komprehensif. Konsep-konsep pendidikan yang
dipaparkan oleh Spencer bukanlah sebuah ilmu, tetapi sebuah filsafat pendidikan
yang bertumupu pada pandangan naturalisme positivistik atau naturalisme
berdasarkan ilmu.
Oleh karena itu, fungsi pendidikan adalah mempersiapkan
setiap individu untuk dapat hidup sempurna, melalui pendidikan intelektual,
moral, dan jasmani dengan cara menguasai ilmu tentang hidup. Pertanyaan tentang
cara mengajar yang benar harus dipertimbangkan berdasarkan penilaian dari
pendidik-pendidik yang sangat cakap dan terkemuka. Studi tentang metode dalam
mengajar merupakan studi tentang cara yang terbaik dalam melakukan apa yang
harus dilakukan dengan cara tertentu. Penggunaan metode dalam mengajar harus
dilihat bahwa mata pelajaran yang diajarkan terwujud dalam pengalaman siswa.
Metode pendidikan tidak hanya didasarkan pada psikologi,
tetapi ditetapkan berdasarkan sekelompok cabang ilmu yang berkaitan. Ilmu
pendidikan perlu menjadi ilmu yang otonom dan tidak hanya sebagai ilmu terapan
dari berbagai cabang ilmu. Ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari
pembahasan tentang status ilmu pendidikan ditinjau dari klasifikasi-klasifikasi
ilmu dari Aristoteles, Francis Bacon, August Comte, Herbert Spencer, dan Horne.
Ilmu pendidikan tidak tercantum secara tersurat dalam kelima klasifikasi ilmu.
Hal ini memberi pelajaran lebih lanjut bahwa status keilmuan ilmu pendidikan
kurang jelas.
Untuk memahami pendidikan dengan baik diperlukan banyak ilmu
bantu yang harus dikuasai. Ilmu-ilmu bantu tersebut adalah ilmu-ilmu tentang
manusia, tidak hanya terbatas pada ilmu psikologi. Ilmu-ilmu bantu tersebut
mencakup pula cabang-cabang ilmu seperti biologi manusia, fisiologi manusia,
sosiologi, antropologi, dan sebagainya. Sehubungan dengan hal ini, Brubacher
menyarankan bahwa setiap orang yang bekerja secara profesional dalam bidang pendidikan
harus menguasai aspek-aspek sosiologis, psikologis, historis, dan filosofis
dari profesi pendidikan. Sedangkan Horne menyarankan lebih luas lagi, yaitu
aspek tubuh dan jiwa dari manusia yang dididik, yang mencakup fisiologi,
psikologi, logika, estetika, etika, dan sosiologi.
F. Kebutuhan
Akan Filsafat Pendidikan
Peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong
adanya pendidikan. Dalam bentuk yang lebih terperinci lagi, filsafat pendidikan
menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan. Pendidikan merupakan usaha
untuk merealisasikan ide-ide ideal dari filsafat menjadi kenyataan, tindakan,
tingkah laku, dan pembentukan kepribadian. Hal senada diuangkapkan oleh
Brauner: Education and philosophy
are inseparable because the end of education is the end of philosophy (wisdom),
and the means of philosophy is the means of education inquiry, which alone can
lead to wisdom. Ide senada juga dikemukakan oleh Kilpatrick dalam bukunya
“Philosophy of Educations”, yang berbunyi sebagai berikut (dalam Noor, 1986). Philosophy
and education are, then, but two stages of the same endeavor; philosophizing to
thing out better values and idealism education to realize these in life, in
human personality. Education, acting out of the best direction philosophizing
can give, tries, beginning primarily with the young, to lead people to build
criticized values into their characters, and in this way to get the highest
ideals of philosophy progressively embodied an their lives.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar
potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar
Pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan
menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis.
guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah
pendidikan. Filsafat pendidikan bukanlah filsafat umum (murni), tetapi filsafat
khusus (terapan). Filsafat umum mempunyai objek, antara lain:
1. hakikat kenyataan segala sesuatu
(metafisika),
2. hakikat mengetahui kenyataan
(epistemologi),
3. hakikat menyusun kesimpulan
pengetahuan tentang kenyataan (logika), dan
4. hakikat menilai kenyataan
(aksiologi).
Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja
filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil
pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana
mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan
menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang
didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan
menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi
antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan
menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat
pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi
masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan
tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan
rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep
yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek
terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta
didik.
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan.
Tujuan proses perkembangan itu secara almiah adalah kedewasaan, sebab potensi
manusia yang paling alamiah adalah bertumbuh menuju tingkat kedewasaan,
kematangan. Potensi ini akan dapat terwujud apabila prakondisi almiah dan
sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk perkembangan tersebut, misalnya
iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan
manusia. Kedewasaan yang bagaimanakah yang diinginkan dicapai oleh manusia,
apakah kedewasaan biologis-jasmaniah, atau rohaniah (pikir, rasa, dan karsa),
atau moral (tanggung jawab dan kesadaran normatif), atau kesemuanya. Persoalan
ini adalah persoalan yang amat mendasar, yang berkaitan langsung dengan sisitem
nilai dan standar normatis sebuah masyarakat (Noor, 196).
Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan merupakan
salah satu dari aspek kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat
melaksanakan dan menerima pendidikan. Oleh karena itu pendidikan memerlukan
filsafat. Karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan
pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan uncul
masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih kompleks, yang tidak
terbatasi oleh pengalamaan maupun fakta faktual, dan tidak memungkinkan untuk
dijangkau oleh ilmu.
Tujuan pendidikan selalu berbungan langsung dengan tujuan
kehidupan individu dan masyarakat penyelenggara pendidikan. Hubungan antar
filsafat dengan pendidikan adalah, filsafat menelaah suatu realitas dengan luas
dan menyeluruh, sesuai dengan karateristik filsafat yang radikal, sistematis,
dan menyeluruh. Konsep tentang dunia dan tujuan hidup manusia yang merupakan
hasil dari studi filsafat, akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan
pendidikan. Nantinya membangun sistem pendidikan dan praktek pendidikan akan
dilaksanakan berorientasi kepada tujuan pendidikan ini. Brubacher (1950).
Filsafat pendidikan tidak hanya terbatas pada fakta
faktual, tetapi filsafat pendidikan harus sampai pada penyelasaian tuntas
tentang baik dan buruk, tentang persyaratan hidup sempurna, tentang bentuk
kehidupan individual maupun kehidupan sosial yang baik dan sempurna. Ini
berarti pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan kata lain
filsafat memberikan asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan, lembaga
pendidikan dan aktivitas penyelengaraan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar