Daun
yang jatuh tak pernak membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja.
Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.
Orang
yang memendam perasaan seringkali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk
merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap.
Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga
suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang
dusta.
Daun
yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja.
Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.
Bahwa
hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti,
pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.
Tak
peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah
meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana
mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.
Kebaikan
itu memang tak selalu harus berbentuk sesuatu yang terlihat.
Orang
yang memendam perasaan sering kali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk
merangkai semua kejadian disekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk
menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu
ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.
Orang
yang memendam perasaan sering kli terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk
merangkai semua kejadian disekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk
menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu
ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.
Sebenarnya
penjelasan yang lebih baik adalah karena aku sering kali berubah pikiran.
Semuanya menjadi absurd. Bukan ragu-ragu atau plintat-plintut, tetapi karena
memang itulah tabiat burukku sekarang, berbagai paradoks itu. Bilang iya tetapi
tidak. Bilang tidak, tetapi iya. Terkadang iya dan tidak sudah tidak jelas lagi
perbedaannya.
Kau
membunuh setiap pucuk perasaan itu. Tumbuh satu langsung kau pangkas. Bersemi
satu langsung kau injak? Menyeruak satu langsung kau cabut tanpa ampun? Kau tak
pernah memberi kesempatan. Karena itu tak mungkin bagimu? Kau malu mengakuinya
walau sedang sendiri..Kau lupa, aku tumbuh menjadi dewasa seperti yang kau
harapkan. Dan tunas-tunas perasaanmu tak bisa kaupangkas lagi. Semakin kau
tikam, dia tumbuh dua kali lipatnya. Semakin kau injak, helai daun barunya
semakin banyak.
….
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin…. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu
saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya….
Cinta
tak harus memiliki. Tak ada yang sempurna dalam kehidupan ini. Dia memang
sangat sempurna. Tabiatnya, kebaikannya, semuanya. Tetapi dia tidak sempurna.
Hanya cinta yang sempurna.
Benci?
Entahlah. Tak mungkin membenci tapi masih rajin bertanya. Atau memang ada benci
jenis baru?
Tania,
kehidupan harus berlanjut. Ketika kau kehilangan semangat, ingatlah kata-kataku
dulu. Kehidupan ini seperti daun yang jatuh..Biarkanlah angin yang
menerbangkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar