POKOK
PEMIKIRAN AL-KINDI
A. Sejarah
Hidup dan Karya-karyanya
Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq
bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais
al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari
keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah
terpandang di kalangan masyarakat Arab dan
bermukim di daerah Yaman dan Hijaz. Setelah dewasa al-Kindi pergi ke
Baghdad dan mendapat perlindungan dari khalifah al- Ma’mun (813-833 H) dan
khalifah al-Mu’tasim (833-842 H). Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan
kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni dan ahli
dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu pasti, ilmu
seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan matematika.
Penguasaanya terhadap filasafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia
menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para
filosof terkemuka. Karena itu pula
dinilai pantas dalam menyadang gelar Failasuf al-‘Arab (filosof berkebangsaan
Arab).
Tentang kapan al-Kindi meninggal tidak ada satu
keterangan pun yang pasti. Agaknya menentukan tahun dan wafatnya sama sulitnya
dengan menentukan tahun kelahirannya dan siapa saja guru-guru yang mendidiknya.
Mustafa ‘Abd Al-Raziq cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H,
sedangkan Massingon menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat yang diyakini oleh
Hendry Corbin dan Nellino. Sementara
itu, Yaqut Al-Himawi mengatakan bahwa Al-Kindi sesudah berusia 80 tahun atau
lebih sedikit.
Al-Kindi mengarang buku-buku dan menurut keterangan
ibn al-Nadim buku-buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat, logika,
matematika, musik, ilmu jiwa dan lain sebagainya. Corak filsafat al-Kindi tidak
banyak yang diketahuinya karena buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang.
Baru pada zaman belakangan ini orang menemukan kurang lebih 20 lebih risalah
al-Kindi dalam tulisan tangan.[1] Beberapa karya tulis al-Kindi antara lain: Fi
al-Falsafah al-Ula; kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Falsafah; Riasalat ila
al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lul; risalat fi Ta’lif al-A’dad; kitab al-Falsafat
al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Mantaiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Fauqa
al-Thabiyyat; Kammiyat Kutub Aristoteles; Fi al-Nafs.
Beberapa karya tulis al-Kindi telah diterjemahkan oleh
Gerard Cremona ke dalam bahasa Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran Eropa
pada abad pertengahan. Oleh karena itu, beralasan kiranya Cardini menganggap
al-Kindi sebagai salah seorang dari dua belas pemikir terhebat.
B. Pokok-pokok
Pemikiran Filsafat al-Kindi
Al-Kindi mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat
dalam berbagai aspek antara lain:
1) Pemaduan
Filsafat dan Agama
Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan
mengupayakan pemaduan antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu.
Menurutnya antara keduanya tidak bertentangan karena masing-masing keduanya
adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu
filasafat meliputi ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain
yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan
menjauhkan dari apa-apa yang mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para
rasul Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan
yang diridhai-Nya.
Agaknya untuk memuskan semua pihak, terutama
orang-orang Islam yang tidak senang dengan filsafat, dalam usaha pemanduannya
ini, al-Kindi juga membawakan ayat-ayat Al-Quran. Menurutnya menerima dam
mempelajari filsafat sejalan dengan anjuran Al-Quran yang memerintahkan
pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala fenomena di alam semesta ini. Di
antara ayat-ayatnya yang hanya terjemahan adalah sebagai berikut.
a) Surat
Al-Nasyr [59]: 2
…Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai
orang-orang yang mempunyai pandangan.
b) Surat
Al-A’raf [7]: 185
Dan
apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu
yang dicipitakan Allah….
c) Surat
Al-Ghasiyat [88]: 17-20
Maka
apakah tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan langit, bagaimana
ia ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaiamana ia ditegakkan. Dan bumi,
bagaimana ia dihamparkan.
d) Surat
Al-Baqarah [2]: 164
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang
berlayar di laut membawa apa yang mereka berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi
yang sudah mati dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat
tanda-tanda keesaan dan kebenaran bagi kaum yang memikirkan.
Pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada
tiga alasan berikut: ilmu agama merupakan bagian dari filsafat; wahyu yang
diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian; menuntut
ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
2) Falsafat
Ketuhanan
Tuhan dalam falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakikat
dalam arti aniah dan mahiah. Tidak aniah karena tidak termasuk yang ada dalam
alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk.
Tuhan juga tidak mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus dan spesies. Tuhan
adalah Yang Benar Pertama (Al-Haqqul Awwal) dan Yang Benar Tunggal (Al-Haqqul
Wahid).
Sesuai dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi
al-Kindi adalah Pencipta dan bukan Penggerak Pertama sebagai pendapat
Aristoteles. Alam bagi al-Kindi bukan kekal di zaman lampau tetapi punya
permulaan. Karena itulah ia lebih dekat dalam hal ini pada falsafat Plotinus
yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber
dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi dari Yang Maha Satu.
3) Falasafat
Jiwa
Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. tidak
menjelaskan tegas tentang roh dan jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai pokok sumber
ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat ruh
karena itu urusan Allah bukan Manusia. Dengan adanya hal tersebut, kaum filosof
Muslim membahas jiwa berdasarkan pada falsafat jiwa yang dikemukakan para
filosof Yunani, kemudian mereka
selaraskan dengan ajaran Islam.
Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal,
tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan lebar. Jiwa mempunyai arti penting ,
sempurna, dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Allah. Hubungannya
dengan Allah sama dengan hubungannya dengan cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai
wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat
rohani dan illahi sementara badan mempunyai hawa nafsu dan marah. Dan
perbedaannya jiwa menentang keinginan hawa nafsu.
Pada jiwa manusia terdapat tiga daya: daya bernafsu
(yang terdapat di perut), daya marah (terdapat di dada), dan daya pikir
(berputar pada kepala).
4) Akal
Dalam jiwa manusia terdapat tiga daya yang telah
disebutkan diatas salah satunya ialah daya berpikir. Daya berpikir itu adalah
akal. Menurut al-Kindi akal dibagi menjadi tiga macam: akal yang bersifat
potensil; akal yang keluar dari sifat potensil dan aktuil; dan akal yang telah
mencapai tingkat kedua dari aktualitas.
Akal yang bersifat potensil tidak bisa mempunyai sifat
aktuil jika tidak ada kekuatan yang menggerakannya dari luar. Dan oleh karena
itu bagi al-Kindi ada satu lagi macam akal yang mempunyai wujud di luar roh
manusia, dan bernama akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal tersebut
membuat akal yang bersifat potensil dalam roh manusia menjadi aktuil.
Sifat-sifat akal ini:
- Merupakan akal pertama
- Selamanya dalam aktualitas
- Merupakan spesies dan genus
- Membuat akal potensil menjadi aktuil
berpikir
- Tidak sama dengan akal potensil
tetapi lain dari padanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar